Nationalgeographic.co.id—Sekitar 66 juta tahun lalu, sebuah asteroid besar bertabrakan dengan Bumi. Tubrukan itu menyebabkan kepunahan massal yang memusnahkan semua dinosaurus nonunggas. Kini, para ilmuwan menyatakan bahwa mereka telah melacak asal muasal agen penghancur angkasa ini.
Analisis isotop logam yang tersebar dari tumbukan tersebut menunjukkan bahwa asteroid tersebut bergerak dari tata surya bagian luar, di luar Jupiter. Hal ini diungkap dalam laporan para peneliti di jurnal Science. Laporan itu bertajuk “Ruthenium isotopes show the Chicxulub impactor was a carbonaceous-type asteroid”.
Para penulis juga mengamati lima tumbukan asteroid lainnya. Mereka menemukan bahwa semuanya terbentuk oleh batuan luar angkasa yang terbentuk di tata surya bagian dalam.
“Saya merasa hasil ini sangat meyakinkan,” kata Steve Desch. Desch adalah seorang astrofisikawan di Arizona State University, yang tidak berkontribusi pada temuan tersebut. “Hasil-hasil ini sangat cocok dengan banyak bukti lainnya.”
“Makalah ini menyajikan serangkaian analisis isotop yang fantastis,” kata David Kring. Ia adalah seorang ilmuwan di Lunar and Planetary Institute. Kring awalnya menghubungkan kawah tumbukan dengan peristiwa kepunahan massal. “Anda perlu memahami asal-usul objek seperti ini jika Anda akan menilai bahaya di masa mendatang dengan tepat,” tambah Kring.
Bumi telah mengalami lima kepunahan massal dalam sejarahnya. Termasuk satu kepunahan sekitar 250 juta tahun lalu yang disebut “Kematian Besar”. Saat itu, semua kecuali sekitar 5 persen kehidupan di Bumi punah. Peristiwa terbaru adalah yang memusnahkan dinosaurus.
Asteroid yang mengalami patahan, yang dikenal sebagai penumbuk Chicxulub, diperkirakan memiliki lebar antara 9,6 km dan 19,3 km. Tapi karena kecepatannya yang tinggi, ia membentuk kawah dengan lebar lebih dari 145 km. Chicxulub melaju dengan kecepatan 250 km per detik. Asteroid ini memiliki kekuatan yang setara dengan 10.000 kali persenjataan nuklir dunia, menurut NASA.
Chicxulub menghantam Bumi di Semenanjung Yucatan di Meksiko saat ini, di tempat yang sekarang disebut Kawah Chicxulub.
Setelah asteroid menghantam, sekitar 80 persen dari semua spesies hewan punah. Dampaknya akan menyemburkan jelaga dan uap dalam jumlah yang tak terduga ke atmosfer. Jelaga menyelimuti dunia di bawahnya dan memicu kematian massal.
“Dampak ini benar-benar mengubah gambaran planet kita dan menyebabkan munculnya kehidupan mamalia,” kata Mario Fischer-Godde. Fischer-Godde adalah penulis utama studi.
Selain itu, dampak tersebut melepaskan logam yang mengendap di tanah di seluruh planet. Logam tersebut sekarang terawetkan dalam lapisan batu yang menandai saat dampak terjadi. Terletak di antara era Cretaceous dan Paleogen dalam catatan geologi, ini dikenal sebagai batas K/Pg.
Baca Juga: Bongkar Mitos Dinosaurus dan Kesalahpahaman yang Muncul akibat Film
Salah satu logam ini adalah rutenium, yang langka di Bumi tetapi umum di meteorit. “Jumlah relatif isotop rutenium dalam asteroid bergantung pada asal usulnya di luar angkasa,” tulis Carolyn Gramling dari Science News. Jadi, tim meneliti kadar tujuh isotop rutenium di batas K/Pg untuk menemukan “tanda” asal-usul asteroid Chicxulub.
“Ide untuk penelitian ini lahir dari dasar pemikiran bahwa jika jenis meteorit dapat dibedakan menurut komposisi isotop ruteniumnya. Jika pengayaan unsur-unsur seperti rutenium di lapisan batas berasal dari luar bumi, data isotop rutenium dari sampel lapisan batas akan memberikan informasi tentang jenis penumbuk,” kata Fischer-Godde.
Ilmuwan mengambil sampel dari berbagai lokasi di batas K/Pg, serta lima lokasi tumbukan lainnya. Sampel batas memiliki tanda isotop rutenium yang mirip dengan meteorit kaya karbon yang terbentuk di tata surya bagian luar. Hal ini menunjukkan bahwa asteroid terkenal itu juga berasal dari luar sana. Lokasi tumbukan lainnya lebih konsisten dengan asteroid dari tata surya bagian dalam, yang memiliki lebih banyak mineral silikat.
“Penafsiran makalah tersebut bukan hal baru,” kata Richard J. Walker. Walker adalah seorang ahli geokimia di University of Maryland. “Namun, penelitian ini menyajikan penentuan yang jauh lebih kuat bahwa penumbuk Chicxulub adalah asteroid berkarbon.”
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penumbuk tersebut bukanlah komet, seperti yang sebelumnya dihipotesiskan oleh beberapa peneliti. Penelitian ini mendukung bukti sebelumnya bahwa tumbukan tersebut memang disebabkan oleh asteroid dan sangat berhasil dalam membuktikannya.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR