Fosil-fosil tersebut layak diberi nama baru dan telah dikategorikan ulang sebagai Khankhuuluu.
Voris telah menemukan tiranosaurus yang bersembunyi di tempat yang terlihat sebelumnya. Tahun 2020, Voris dan tim menamai tiranosaurus berusia 80 juta tahun itu Thanatotheristes dari tulang-tulang yang dikaitkan dengan spesies lain. Spesies lain itu ditemukan di Alberta. Penemuan tersebut merupakan bagian dari serangkaian penemuan tiranosaurus yang sedang berkembang.
Ternyata, garis evolusi dari tiranosaurus awal hingga T. rex itu tidak sederhana. Ahli paleontologi mengungkap cabang evolusi yang sangat bercabang dari berbagai subkelompok tiranosaurus yang datang dan pergi selama Zaman Kapur.
Melimpahnya spesies tiranosaurus baru memungkinkan para ahli untuk menyusun bagaimana tiranosaurus besar berevolusi. Serta bagaimana mereka menyebar ke seluruh wilayah planet ini.
Apa yang diceritakan sang ‘pangeran naga’ tentang evolusi T. rex
Jika dibandingkan dengan tiranosaurus lain, peneliti menemukan bahwa Khankhuuluu adalah kerabat dekat dari kelompok tiranosaurus yang lebih luas. Kelompok itu meliputi Gorgosaurus dari Alberta, Alioramus bermoncong bergelombang dari Mongolia, dan T. rex yang ikonik.
Pohon keluarga baru, serta tempat fosil ditemukan, menciptakan gambaran terbaru tentang bagaimana tiranosaurus berevolusi selama 20 juta tahun.
“Ini adalah spesies penting dalam memahami keberhasilan evolusi T. rex dan kerabatnya,” kata ahli paleontologi University College London Cassius Morrison. Secara khusus, analisis baru tersebut mengungkap bagaimana tiranosaurus berevolusi menjadi banyak spesies berbeda saat karnivora tersebut berkelana ke lanskap baru.
Sekitar masa Khankhuuluu, tiranosaurus yang kecil dan ramping tersebut menyebar dari Asia prasejarah ke Amerika Utara melalui “jembatan darat”. Hal ini diusulkan oleh Voris dan timnya.
“Tiranosaurus berevolusi menjadi predator puncak raksasa dan berdiversifikasi sangat cepat di seluruh Amerika Utara,” kata Voris. Zelenitsky menyebutnya sebagai “dua ledakan tiranosaurus”. Beberapa predator tetap ramping dan mengejar mangsa yang lebih kecil. Sementara yang lain menjadi lebih besar dan memburu dinosaurus yang lebih besar. Dan mereka menjelajahi habitat dari California selatan hingga New Jersey.
Namun, penelitian baru ini menunjukkan bahwa nenek moyang langsung T. rex tidak berevolusi di Amerika Utara. Voris dan tim mengusulkan bahwa sekitar 79 dan 78 juta tahun yang lalu setidaknya satu garis keturunan tiranosaurus kembali ke Asia. Para peneliti mengetahui hal ini karena hubungan dekat dua kelompok tiranosaurus yang sekilas mungkin tampak sangat berbeda.
Tiranosaurus kembali ke Asia selama periode ini dan mengalami ledakan kedua. Saat itu, satu kelompok relatif ramping dan memiliki moncong panjang yang dihiasi tanduk kecil. Seperti dinosaurus “Pinocchio” Qianzhousaurus. Kelompok lainnya mulai tumbuh lebih besar, dengan tengkorak dalam yang ahli menghancurkan tulang, seperti Tarbosaurus.
T. rex berevolusi dari nenek moyang di kelompok kedua, garis keturunan penghancur tulang yang sekali lagi menyeberangi jembatan darat kembali ke Amerika Utara antara 73 dan 67 juta tahun yang lalu—menjadikan T. rex bentuk predator baru yang datang dari benua lain. “Analisis baru ini memberikan dukungan kuat bahwa nenek moyang T. rex berevolusi dari sekelompok tiranosaurus yang kembali ke Asia setelah mereka mengalami radiasi evolusi di Amerika Utara,” kata Morrison.
Penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya salah satu karnivora terbesar di Bumi ini disebabkan oleh perjalanan bolak-balik antara Amerika Utara dan Asia. Perjalanan tersebut berlangsung selama periode 20 juta tahun. Jika asteroid yang dahsyat tidak mengakhiri Zaman Kapur 66 juta tahun yang lalu, tiranosaurus pasti akan terus berubah.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR