Nationalgeographic.co.id - Pesawat memang moda transportasi teraman bila dilihat dari perbandingan jumlah kecelakaan dengan jumlah penerbangannya. Namun sebuah kesalahan teknis kecil saja bisa berdampak fatal pada penerbangan itu sendiri. Lantas bagaimana bila kesalahan bermula dari "sang pengemudi"?
Mungkin Anda masih ingat dengan tragedi penerbangan pada tahun 2015, ketika seorang ko-pilot dengan sengaja menabrakkan pesawat yang ia kemudikan. Menurut penyelidikan, pilot Germanwings tersebut memang berupaya untuk bunuh diri—bersama dengan 150 penumpang.
Baca Juga: Misteri Segitiga Bermuda: Ketika Kapal Terbesar AS Hilang Tanpa Jejak
Kejadian seperti ini bukanlah kejadian dengan gejala yang mudah dapat terlihat. Menanggapi kasus-kasus semacam ini, para peneliti kemudian menyoroti betapa pentingnya kesehatan mental pilot maskapai penerbangan komersial.
Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa bekerja menjadi pilot komersial ternyata memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi daripada jenis pekerjaan yang lain. Tingkat depresi pilot tercatat dua kali lipat lebih tinggi dari rata-rata nasional Amerika Serikat.
Berbagai penelitian terkait kesehatan mental pilot komersial, termasuk depresi, bunuh diri, penyalahgunaan zat, dan kelelahan pun dilakukan berdasarkan 20 penelitian terdahulu.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti National Institute of Mental Health. Dalam penelitian ini terungkap bahwa 1,9 hingga 12,6 persen pilot maskapai penerbangan komersial di seluruh dunia menderita depresi. Angka tersebut hampir dua kali lipat dari tingkat depresi di Amerika Serikat, yaitu sekitar 6,7 persen.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa 4 persen pilot memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Angka-angka di atas menyiratkan bahwa pilot yang saat ini masih aktif terbang mungkin berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental yang tidak dilaporkan, termasuk ide bunuh diri.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Frontiers, ada beberapa faktor yang memicu depresi seorang pilot. Faktor-faktor tersebut adalah kesehatan mental pilot—termasuk penyalahgunaan zat, mengalami pelecehan verbal atau seksual, gangguan dalam ritme sirkadian tidur, hingga kelelahan.
Kasus bunuh diri juga tidak luput dari kejadian hilangnya pesawat Malaysia Airlines pada bulan Maret 2014. Peneliti menduga bahwa pilot pesawat boeing 777 tersebut dengan sengaja menabrakkan pesawat ke Samudra Hindia hingga mengorbankan 239 penumpang.
Baca Juga: Bahaya Lain dari Plastik: Proses Penguraiannya Ciptakan Gas Rumah Kaca
Beberapa kasus lain seperti kecelakaan pesawat SilkAir pada tahun 1997—menewaskan 104 penumpang—dan EgyptAir pada tahun 1999—menewaskan 217 penumpang—juga terkait gangguan kesehatan mental pilot.
Kasus bunuh diri di dunia penerbangan memang terjadi dalam jumlah kecil, namun bunuh diri karena gangguan kesehatan mental sudah sangat banyak terjadi.
Menurut sebuah penelitian, lebih dari 90 persen korban bunuh diri mengalami setidaknya satu gangguan mental utama, dengan gangguan depresi yang paling umum.
Source | : | The Daily Caller |
Penulis | : | Mar'atus Syarifah |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR