Nationalgeographic.co.id – Ötzi, Si Manusia Es, merupakan mumi yang terawetkan secara alami setelah terbunuh pada 5.300 tahun lalu. Sebelum kematiannya, Ötzi diduga mengonsumsi obat-obatan herbal dan melakukan perawatan yang mirip dengan akupuntur masa kini.
“Kemungkinan besar manusia es ini sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang perawatan medis. Tampaknya ia melakukan terapi yang berbeda-beda, termasuk perawatan fisik dan menggunakan tanaman obat.
Praktik tersebut membutuhkan pengetahuan tentang anatomi tubuh manusia serta informasi terkait penyakit yang diderita,” papar Albert Zink, Pemimpin Eurac Research Institute for Mummy Studies.
Baca Juga : Altar Berusia 1500 Tahun Ungkap Peninggalan ‘Raja Ular’ dari Maya Kuno
Membeku dalam waktu
Mumi Ötzi, ditemukan oleh para pendaki di Ötztal Alps, Italia, pada 1991. Sejak saat itu, para ilmuwan telah meneliti hampir semua aspek kehidupannya.
Analisis genetika menunjukkan bahwa manusia es ini, telah memiliki sejumlah penyakit sebelum terbunuh oleh ledakan di kepalanya. Dengan kata lain, Ötzi memang ditakdirkan mati cepat.
Dengan penyempitan, nyeri rematik pada lutut, dan gigi yang membusuk, diduga ia mengidap penyakit Lyme. Ötzi juga memiliki tanda-tanda penyakit maag.
Tato Otzi
Di tubuh Ötzi, terdapat 61 tato yang berupa garis-garis sederhana dan tanda silang. Melihat gambar dan lokasi tato, peneliti menduga bahwa tanda-tanda itu merupakan hasil dari perawatan medis.
“Tato terletak di wilayah tubuh yang memiliki masalah kesehatan dan kemungkinan sering merasa sakit. Sebagai contoh, Ötzi memiliki penyakit degeneratif di pinggul, lutut, sendi pergelangan kaki dan punggung bagian bawah. Maka, di situ pula lah letak tato,” kata Zink.
Selain itu, tato di dadanya kemungkinan dibuat untuk meredakan sakit perut akibat infeksi bakteri pencernaan dan Helicobacter pylori. Zink mengatakan, beberapa titik yang ditorehkan tinta tersebut berhubungan dengan akupuntur tradisional.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR