Cilamaya yang Tetap Bimbang

By , Senin, 23 Maret 2015 | 18:35 WIB

Dasam menuturkan bahwa nelayan Blanakan turut berunjuk rasa ke kementerian untuk memerotes kebijakan Menteri Susi itu. "Kami turut berpartisipasi. Ada 60 orang dari sini. Para nelayan menginginkan peraturan itu dicabut."

Tapi Kementerian Kelautan dan Perikanan bersikukuh memberlakukan aturan tersebut. "Responnya normatif," kenang Dasam saat bertatap muka dengan pejabat kementerian di Jakarta.

Dia mengakui jaring pukat tarik dan hela memang tidak ramah lingkungan. "Seharusnya ada solusi dan alternatif jaring yang memang diperbolehkan," imbuhnya, "nelayan kecil kan urusannya perut." Jaring yang ramah lingkungan, tuturnya, harganya mahal dan tidak terjangkau oleh nelayan kecil. Dasam memahami kebijakan itu memang demi kelestarian sumber daya laut.

"Sekarang, ya, menunggu saja," tuturnya sambil mengusap-usap rambutnya, "kalau ditangkap, pasrah."

Peta lokasi rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Jawa Barat. (Zulfiq A.N./National Geographic Indonesia)

Di antara rasa gundah terebut, menyisip kekhawatiran dari rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya di pesisir Kabupaten Karawang. Dia menyatakan, segala aktivitas di perairan, langsung maupun tidak, pasti berpengaruh terhadap kehidupan nelayan di lepas pantai Jawa Barat.

"Karena, lalu lintas laut akan padat dan mempengaruhi sumber daya ikan. Selain itu, bisa terjadi pencemaran di laut. Makin ramai, limbah makin tinggi," Dasam menuturkan.

Meskipun pelabuhan Cilamaya berjarak cukup jauh pesisir Subang, nelayan Blanakan khawatir jalur laut makin ramai dan membahayakan ekosistem laut.

"Pelabuhan Cilamaya itu sebenarnya tidak jauh dari Blanakan; beberapa menit juga sampai. Nelayan kecil pasti akan kesulitan mencari nafkah. Sementara dari pelabuhan bisa mengharapkan apa? Jadi kuli panggul?"

!break!