Cilamaya yang Tetap Bimbang

By , Senin, 23 Maret 2015 | 18:35 WIB

PELABUHAN CILAMAYA diyakini sebagai masa depan bagi distribusi produk industri otomotif dan produk lain ke berbagai wilayah dalam dan luar negeri. Dalam 'Booklet Gambaran Umum Kabupaten Karawang 2012,' pelabuhan ini dinyatakan sebagai proyek kunci yang mendorong perkembangan wilayah Metropolitan Jakarta Raya.

Kajian rencana induk pelabuhan dilakukan oleh JICA-Japan International Cooperation Agency selama 2010-2011. Rekomendasinya: pembangunan pelabuhan dan jalan di Karawang dan terminal Kalibaru di DKI Jakarta. Lokasi terbaik pelabuhan terletak di muara Ciparagejaya, antara Kecamatan Tempuran dan Cilamaya Kulon—pesisir desa Cikuntul.

Lokasi ini dipilih dengan menimbang keadaan perairan, daerah penyangga, menghindari permukiman, kebijakan dan peraturan pemerintah, serta akses terhadap jalan tol dan kawasan industri.

Sembari menunggu genangan air surut, para petani menumbuhkan benih padi di pembibitan. Kawasan ini salah satu penghasil beras bermutu di Cilamaya Girang, Subang, Jawa Barat. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Untuk menghubungkan pelabuhan Cilamaya dengan jalan tol Jakarta-Cikampek akan dibangun akses mulai dari Klari hingga Tempuran. Jalan baru ini akan menghubungkan kawasan industri otomotif di Karawang barat dengan pelabuhan Cilamaya.

Dengan profil seperti itu, pelabuhan Cilamaya bakal menjadi solusi bagi persoalan kemacetan lalu lintas ke Pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Cilamaya sedikitnya akan memangkas kepadatan lalu lintas sampai 30 persen. Kelak, jika berdiri, kepadatan transportasi ke Tanjung Priok akan menyusut hingga 18,7 juta truk per tahun (10 truk per menit).

Proyek raksasa ini merupakan kesepakatan antara Indonesia dengan Jepang. Negeri Matahari Terbit ini bergairah membangun pelabuhan setelah beberapa perusahaannya hendak memindahkan pabriknya ke Indonesia. Kerjasama ini memakai sistem build operation transfer (BOT): perusahaan Jepang akan membangun dan mengelola pelabuhan Cilamaya dalam jangka tertentu, sebelum menjadi aset Indonesia.

Siswa-siswi SDN Cilamaya Girang belajar bersama di bawah naungan pohon-pohon yang mulai rimbun. Sekolah ini diharapkan menjadi sekolah adiwiyata: mendukung murid dan guru yang mencintai lingkungan. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Dana pembangunan megaproyek ini mencapai Rp43,5 triliun atau US$3,45 miliar. Pembangunan bakal berlangsung dua tahap. Tahap pertama, US$ 2,39 miliar, yang akan berlangsung pada tahun ini; dan tahap kedua: US$1,06 miliar. Dengan dana sebesar itu, kelak saat beroperasi pada 2020, pelabuhan raksasa ini mampu menampung peti kemas setara 7 juta twenty feet equivalent units (TEUs).

Di atas perairan, pelabuhan Cilamaya akan membentang seluas 6 kilometer persegi dengan akses jembatan, sepanjang sekira 800 meter dari daratan. Perairan sempit antara pelabuhan dengan pantai itu, tutur Suhaeri, sebagai jalur nelayan. "Tapi itu untuk nelayan pinggir. Masalahnya, perahu nelayan yang akan melaut ke Sumatra dan Kalimantan lewat mana? Begitu juga, nelayan cari rajungan ke mana?"

!break!