Cilamaya yang Tetap Bimbang

By , Senin, 23 Maret 2015 | 18:35 WIB

Pendapatan KUD Fajar Sidik sebagian besar berasal dari nelayan pendatang dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Perahu-perahu nelayan dari luar Blanakan berukuran di atas 20 gross ton dengan alat tangkap berkapasitas besar seperti cantrang dan dogol. "Tentu saja hasilnya lebih besar dibandingkan dengan nelayan kecil Blanakan," lanjut nelayan teladan ini.

Dia berharap KUD bisa memberikan kemudahan, baik pinjaman maupun sarana tangkap nelayan. "Itu harus dilakukan. Sebagian sudah dilakukan, sebagian belum. Contohnya sisa hasil usaha KUD sudah naik 115 persen dari tahun lalu. Juga kenaikan dana sosial, seperti asuransi kecelakaan; dulu hanya Rp100.000 sekarang sudah mencapai Rp 3 juta."

Kepentingan antara nelayan pendatang dan lokal Blanakan itulah yang mesti dijaga untuk keberlanjutan KUD. "Di satu sisi kami butuh nelayan pendatang; di sisi lain nelayan kecil KUD menanggung imbas negatif yang tidak kecil."

Persaingan usaha nelayan membuat Laut Jawa dirundung pemanenan yang berlebihan. Dulu pada 1997 hingga 2000, kenangnya, musim ikan kembung misalnya bisa bertahan hingga sebulan. "Sekarang, satu minggu saja sudah jagoan. Artinya ikan kembung sudah tidak ada. Kalaupun ada, nelayan kecil cuma dapat satu cepon, nelayan besar 50 cepon."

Aneka ikan tangkapan nelayan desa Cilamaya Girang. Ikan-ikan ini akan dikirim ke Jakarta untuk didistribusikan ke tangan konsumen. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Daerah tangkap nelayan kecil Blanakan berada sekitar 4 – 6 mil dari pesisir, ke arah barat maupun timur. Kendati berbeda wilayah tangkap, Dasam menegaskan, rebutan daerah tangkap di laut tetap terjadi. Nelayan besar ataupun kecil pasti mencari daerah yang musim ikan. "Akhirnya menangkap di daerah yang sama dan persaingan tetap terjadi."

Laut Jawa memang menanggung beban berat. Jumlah nelayan terlalu banyak, siklus kehidupan ikan banyak yang terputus. Sementara itu, dari daratan limbah peradaban tumpah melalui muara-muara sungai. "Petani kita memakai pestisida sangat banyak. Airnya turun ke sungai, dan sungai bermuara di laut," jelas Dasam.

Dan semenjak 2015, para nelayan Blanakan dan pantai utara Jawa makin gundah. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerbitkan aturan menteri Nomor 2 Tahun 2015 yang melarang alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Itu termasuk jaring cantrang, dogol dan arat yang digunakan sebagian besar nelayan pantai utara.

!break!