Sambil mengatakan itu, ia berusaha memberikan mereka ikan. Namun, anggota suku Sentinel terus mendekat.
"Aku ketakutan. Namun, lebih banyak rasa kecewa karena mereka tidak menerimaku," tutur John. Ia pun terombang-ambing di lautan karena tidak bisa mendekat.
John memang nekat melakukan hal yang sepertinya tidak mungkin. Selama ini, diketahui bahwa suku Sentinel tidak pernah menerima kedatangan orang lain di luar anggota kelompoknya. Antropolog, pembuat film, dan pejabat pemerintah, telah mencoba mendekati mereka, tetapi selalu terpaksa mundur karena disambut oleh busur dan panah.
Orang-orang Sentinel mengunci diri mereka dari dunia modern. Kelompok pemburu-pengumpul tersebut bertahan hidup dengan memakan kura-kura dan babi, serta tinggal di dalam pondok.
Meski sudah tahu kenyataannya, tetapi John berharap bisa menembus dan masuk ke Pulau Sentinel Utara. Ia bahkan menyiapkan beberapa 'kado' seperti gunting, peniti, alat memancing, dan bola, untuk diberikan kepada mereka.
Sayangnya, seperti yang ditulis John sebelum ia meninggal, suku Sentinel terlihat bingung dan sangat tidak ramah atas kehadirannya. Salah satu pria berteriak kepadanya dan John mencoba merespons dengan menyanyikan lagu pujian kepada Yesus. Sesekali, John berkomunikasi dengan Xhosa, bahasa yang diketahuinya saat berkunjung ke Afrika Selatan beberapa tahun lalu. Namun, respons mereka tidak bisa diharapkan dan terkadang menertawakan John.
Komunikasi lebih rumit setelahnya. Dan ketika John berusaha memberikan ikan dan hadiah, seorang anak laki-laki menembakkan panah ke alkitab yang dipegangnya.
"Aku mengambil panah yang merobek alkitab dan itu terbuat dari logam. Tipis, tapi sangat tajam," paparnya.
Sampai dua hari kemudian, John bergerak maju dan mundur, terombang-ambing di dalam kayaknya--tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di jurnalnya, John menulis: "Aku tidak ingin mati!". Ia pun menitipkan surat kepada nelayan dan meminta mereka mengirimkannya ke keluarganya jika tidak bisa kembali dari Pulau Sentinel Utara.
Menurut keterangan para nelayan, pada 16 November, John meyakinkan mereka bahwa ia akan baik-baik saja di pulau tersebut. John lalu meminta para nelayan untuk pergi. Untuk pertama kalinya, nelayan membiarkan John sendiri di sekitar Pulau Sentinel Utara.
Baca Juga : Fakta-fakta Suku Terasing Sentinel yang Membunuh Turis Amerika
Keesokan harinya, ketika melintasi pulau, para nelayan melihat anggota suku Sentinel sudah menyeret tubuh John di sekitar pantai dengan tali.
Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, beberapa petugas kepolisian menyatakan bahwa suku Sentinel mungkin telah menembak John dengan panah.
Tubuh John masih ada di pulau tersebut. Polisi mengatakan, sulit untuk mengambil kembali mayat John karena takut nasib yang sama akan terjadi kepada mereka. Pihak berwenang telah berpatroli di atas pulau dengan menggunakan helikopter, tetapi belum ada yang menginjakkan kaki di daratan Pulau Sentinel Utara.
Sebelum ajal menjemput, John memberikan pesan kepada orangtuanya. Dengan tulisan tangan yang semakin kacau, ia mengatakan: "Tolong jangan marah kepada mereka (anggota suku Sentinel) atau Tuhan jika aku terbunuh di sini. Aku cinta kalian semua."
Source | : | New York Times |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR