Nationalgeographic.co.id - Hampir setiap pagi, dimulai pada pukul 8, Desi Anavianti (43) siap untuk mengantar paket makanan untuk anak-anak kekurangan gizi di Kecamatan Gedebage. Dengan sepeda motor dan boks kuning-merah bertuliskan OMABA (Ojek Makanan Balita), Desi mengantarkan lima paket makanan sehat setiap harinya.
"Biasanya sampai satu jam untuk keliling kecamatan buat mengantarkan ini," tuturnya sambil menunjukkan tempat makan berwarna ungu berisi menu makanan hari itu: nasi campur, perkedel tahu, pisang, susu, dan puding buah
Tujuan pertama Desi kali ini adalah rumah Oxcell, balita berusia dua tahun yang tinggal di Rancakamurang, Kelurahan Cisaranten, Kecamatan Gedebage. Oxcell merupakan salah satu anak kekurangan gizi yang mendapat makanan sehat gratis dari OMABA.
Baca Juga : Semangat Mendidik dan Membangun Potensi Anak Berkebutuhan Khusus
Danti Siti Nurrohmah (23), ibu dari Oxcell, mengatakan, anaknya yang berusia dua tahun tersebut, hanya memiliki berat badan sekitar 7 kilogram. Angka ini cukup kecil dibanding teman sepantarannya. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bobot anak perempuan berusia dua tahun biasanya sudah mencapai 9-14,8 kilogram.
Menurut Danti, selama ini, Oxcell memang memiliki nafsu makan yang rendah. Dia tidak menyukai nasi dan sering pilih-pilih lauk serta sayur. Kebalikannya, balita ini hanya menggemari kue dan berbagai makanan manis lainnya.
Namun, sudah tiga minggu ini, Oxcell selalu mengonsumsi nasi, lauk pauk, susu serta camilan yang dimasak oleh ibu-ibu pengurus OMABA. Meski tidak selalu habis, setidaknya makanan tersebut berhasil masuk ke mulut mungilnya. Bahkan, berat badan Oxcell pun naik sebanyak 100 gram.
“Sejauh ini, selalu doyan dengan makanan yang diberikan. Mungkin karena rutin dikirim di waktu yang sama dan disuapin sambil main, jadi dia senang makannya,” cerita Danti.
Masalah gizi buruk
Untuk mengatasi gizi buruk pada balita berusia 6-59 bulan, pemerintah telah menerapkan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sejak tahun 2011, Kemenkes menyediakan anggaran untuk PMT Pemulihan melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
Sesuai dengan namanya, makanan yang akan diberikan kepada balita gizi buruk tersebut hanyalah tambahan, bukan makanan utama. Di Cisaranten Kidul misalnya, makanan yang diberikan berupa biskuit dan susu.
Sayangnya, orangtua yang mendapat PMT Pemulihan, sering berbuat nakal. Beberapa dus biskuit dan susu tersebut tidak diberikan kepada anaknya yang mengalami kekurangan gizi, melainkan dijual kembali di warung-warung terdekat. Uangnya kemudian kembali dibelikan makanan tidak sehat seperti ciki, permen, bahkan rokok untuk sang ayah.
Melihat hal ini, Vita Phinera Wijaya, Ketua Komite Kesehatan Cisaranten Kidul, memutuskan untuk mengubah sistem tersebut pada tahun 2012. Berbekal spontanitas, Vita mengajak beberapa tetangganya untuk memasak makanan sehat yang ditujukan untuk balita gizi buruk.
“Saya berpikir, kalau untuk balita gizi buruk, bukan makanan tambahan lagi yang dibutuhkan, tapi justru konsumsi pokok. Apalagi, orang tua mereka memiliki penghasilan yang rendah sehingga sulit memberi makan anak-anaknya,” ungkap Vita.
Perlu diketahui bahwa saat itu, jumlah gizi buruk di Kecamatan Gedebage mencapai 22 orang. “Jumlah itu sudah termasuk kejadian luar biasa, lho. Sangat banyak. Seharusnya, setiap daerah sudah bebas gizi buruk,” tambah Vita.
Infak tenaga
Mengusung nama Ojek Makanan Balita (OMABA), Vita kemudian mengajak sembilan ibu-ibu di wilayahnya untuk memasak dan mengantarkan makanan sehat bagi anak-anak yang mengalami gizi buruk. Tak hanya itu, ojek yang bertugas, harus memastikan makanan bergizi yang mereka buat, benar-benar dikonsumsi oleh balita gizi buruk dengan membantu menyuapinya.
Semua kegiatan dilakukan secara sukarela: kegiatan memasak dilakukan di dapur masing-masing dan motor yang digunakan untuk mengantar paket makanan juga milik pribadi.
Ice Irianingsih, salah satu anggota yang sudah bergabung dengan Vita sejak awal OMABA berdiri, mengatakan bahwa hal tersebut tidak pernah menjadi masalah. Baginya, jerih payah di OMABA adalah contoh bentuk amal yang bisa dilakukan. “Saya menganggap ini sebagai infak tenaga,” ujar Ice.
Mulai dari setengah enam pagi, Ice bersama dengan pengurus OMABA lainnya sudah mulai berkegiatan. Beberapa di antaranya pergi ke kebun untuk memetik sayuran yang menjadi bahan masakan hari itu. Jika bahan baku tidak tersedia di kebun, maka mereka berbagi tugas untuk membelinya di pasar.
Proses memasak biasanya membutuhkan waktu 2,5 jam. Pukul delapan pagi, dua orang yang bertugas sebagai ojek, harus sudah siap mengantar makanan tersebut ke rumah anak-anak dengan gizi buruk. Meski begitu, tak dapat dimungkiri bahwa terkadang ibu-ibu ini harus mulai menyiapkan makanan sejak malam hari.
“Kadang bisa masak sampai jam tujuh atau delapan malam untuk menyiapkan menu esok hari. Kalau baru dibuat paginya takut tidak sempat,” cerita Ice.
Satu paket makanan yang diberikan kepada anak-anak kurang gizi biasanya meliputi nasi, lauk pauk, sayur, buah-buahan, dan camilan. Menu seperti sayur pakcoy, ayam teriyaki, sup, perkedel tahu, dan bubur kacang ijo––dibuat berdasarkan rekomendasi gizi dari Puskesmas setempat.
Sayangnya, terkadang ada beberapa menu yang tidak disukai oleh anak-anak, sehingga mereka enggan untuk memakannya. Melihat hal ini, pengurus OMABA harus putar otak untuk memodifikasi menu menjadi lebih menarik.
Agar anak-anak lebih menyukai sayur misalnya, mereka memasak nasi campur berisi sayuran dan kue dari wortel. Selain itu, OMABA pun berkreasi membuat puding dari ikan. Siapa sangka, menu tersebut sekarang menjadi salah satu santapan paling favorit balita di Kecamatan Gedebage sehingga nafsu makan mereka meningkat.
Lebih mandiri
Upaya Vita dan teman-temannya dalam mengentaskan gizi buruk tersebut menarik perhatian CSR Pertamina TBBM Bandung Group. Sejak tahun 2014, mereka memutuskan untuk membantu mengembangkan program OMABA.
OMABA kemudian mendapatkan pelatihan-pelatihan dan perlengkapan yang mereka butuhkan dalam kegiatan kesehariannya. Pertamina juga turut membantu kelancaran pendistribusian makanan sehat.
Kini, sudah tidak ada lagi anak-anak bergizi buruk di Cisaranten Kidul. Setelah mendapat makanan sehat dari OMABA, 22 anak yang tadinya mengalami gizi buruk dinyatakan sehat dan memiliki berat badan normal. Hanya ada sepuluh anak kekurangan gizi yang tersisa di Kecamatan Gedebage saat ini.
Meski begitu, bukan berarti program OMABA terhenti. Selain masih memasak untuk anak-anak kekurangan gizi, ibu-ibu yang tergabung dalam OMABA, fokus mengembangkan bisnis makanan sehat.
Salah satu produk unggulannya adalah cake wortel, serta berbagai nugget dari sayuran, ayam, dan tempe yang tidak menggunakan pengawet sama sekali. Pada musim Lebaran, anggota OMABA akan membuat kue kastengel, nastar, putri salju, dan kacang goreng yang dibandrol dengan harga 50-80 ribu.
Baca Juga : Mengkhawatirkan, Mikroplastik Ditemukan dalam Garam dan Ikan di Indonesia
“Dengan sistem seperti ini, ibu-ibu wilayah Cisaranten Kidul bisa menjadi lebih mandiri,” kata Andi Ramadhan, Head Operation TBBM Bandung Group.
Sebagian keuntungan dari pemasaran produk makanan sehat tersebut nantinya akan digunakan untuk menyokong kegiatan OMABA.
Sebulan sekali, melalui Dapur Keliling (Darling), pengurus OMABA juga berkunjung ke setiap posyandu untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai makanan sehat. Mereka akan melakukan demo masak dan membagikan makanan bergizi untuk para balita. Tak jarang, banyak ibu-ibu yang bertanya resep makanan sehat tersebut agar bisa diterapkan di keluarganya masing-masing.
“Tujuan utama OMABA adalah bisa menyejahterakan dan menginspirasi warga setempat. Namun, selain itu, kami berharap agar program ini bisa direplikasi pemerintah sehingga tidak ada lagi kasus gizi buruk di wilayah-wilayah lain di Indonesia,” pungkas Andi.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR