Nationalgeographic.co.id - "Kami adalah segelintir massyarakat di dunia yang mendapat kehormatan untuk menguasai bahasa kuno ini," kata Elias Thaalab kepala desa Maalula yang berpopulasi 2.700 jiwa itu.
Maalula, yang berarti "Pintu Masuk" dalam bahasa Aram, merupakan satu dari tiga desa di seluruh Damaskus yang masih mempertahankan bahasa itu.
Karena semakin menyusutnya jumlah warga yang fasih berbahasa Aram, bahasa itu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan dan diajarkan setiap hari.
Antoinette Mokh, seorang guru setempat mengungkapkan, Aram merupakan bahasa yang diwariskan dari generasi ke generasi. Diwariskan dari ayah ke anak. "Namun anak-anak ini lahir di luar Maalula ketika terjadi perang," ujar guru 64 tahun yang sudah mengajar selama 25 tahun.
Baca Juga: Hidup di Antara Reruntuhan Bangunan Aleppo Akibat Perang Suriah
Duduk di depan buku tebal, George Zaarour menggunakan kaca pembesar untuk membaca huruf Aram, salah satu bahasa kuno saat era Yesus Kristus. Zaarour merupakan salah satu warga Maalula, desa di Suriah yang masih menggunakan bahasa berusia 2.000 tahun itu, dan merupakan salah satu permukiman Kristen tertua dunia. Desa yang dibangun di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut itu, bahasa Aram memang masih dipergunakan. Namun kini hanya sedikit yang fasih.
Bahasa Aram saat ini berada dalam bahaya. Jika dibiarkan, bahasa ini bakal punah antara lima hingga 10 tahun mendatang," kata Zaarour dilansir AFP Selasa (28/5/2019). Zaarour mengumpulkan berbagai buku maupun ensiklopedi Aram di tokonya.
Di toko itu, dia juga menjual salib, ikon keagamaan, hingga produk rumah tangga. Sehari-hari, dia bakal duduk dan berusaha menerjemahkan bahasa Semitik kuno itu yang menyebar di Timur Tengah di awal Kekristenan di mana bahasa itu mulai muncul abad 10 Sebelum Masehi.
Baca Juga: Zenobia, Ratu Pemberontak di Suriah yang Menantang Kekaisaran Romawi
Pria berusia 62 tahun itu menjelaskan, kini 80 persen penduduk Maalula tidak bisa berbahasa Aram. Sedangkan sisanya berusia 60 tahun atau lebih. Dibangun di atas bukit dengan penuh gereja serta biara, Maalula dianggap sebagai simbol hadirnya Kristen di wilayah Suriah, utamanya Damaskus.
Para peziarah dari seantero dunia pernah berdatangan tak hanya untuk melihat bangunan bersejarahnya. Namun mendengar orang-orang berbicara bahasa Aram di jalanan. Namun perang sipil Suriah yang terjadi 2011 mengubah segalanya. Serangan kelompok yang berafiliasi dengan Al Qaeda di akhir 2013 memaksa warga Maalula mengungsi.
Pasukan pemerintah memang merebut desa itu pada April 2014 atau tujuh bulan setelah serangan. Namun para pengungsi Maalula masih kembali ke tempatnya. Zaarour menuturkan, banyak pengungsi Maalula yang tinggal di sekitar Damaskus dengan radius sekitar 55 kilometer atau lebih, di mana mereka belajar bahasa Arab dahulu.
Kepala desa Elias Thaalab mengatakan, mempertahankan bahasa Aram merupakan prioritas utama mereka. "Selama lebih dari 2,000 tahun, kami mempertahankan bahasa Yesus ini di hati kami," ujarnya. (Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Inilah Maalula, Desa Suriah yang Masih Pakai Bahasa Kuno di Era Yesus"
Penulis | : | Ilario Di Nardo/GAR/Wikimedia Commons |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR