Luas Kasteel Batavia yang baru kira-kira tiga kali luas benteng yang lama. Empat bastionnya—kubu benteng—memiliki nama-nama batu mulia, searah jarum jam berawal dari barat laut: Parel, Saphir, Robijn, dan Diamant. Penamaan itu menandai penyebutan Kota Intan sebagai toponimi kawasan ini. Kantor VOC berpindah ke Kastel Batavia, yang sebelumnya menempati kota pelabuhan penting di Banten, Makassar, dan Ambon. Dan, Kastel Batavia menandai permulaan pembangunan kota modern di Muara Ciliwung.
Sedikitnya jumlah warga perempuan di Batavia karena VOC memberikan aturan ketat dalam menerima pemukim baru. Coen mendesak terpenuhinya persyaratan kebutuhan dasar bagi warga kota yang beradab. Dia dengan gemas melarang keras pergundikan, perzinahan, dan pelacuran. Kota yang beradab, demikian hemat Coen, harus dimulai dari warga yang beradab.
Kompeni menunjuk Souw Beng Kong sebagai kapitan pada Oktober 1619 untuk membangun tata kota baru. Sang Kapitan bertanggung jawab atas perdagangan dan perkembangan warga Cina di Batavia.
Ia pemilik berbagai usaha seperti pembuatan mata uang koin tembaga, pemilik kapal, kontraktor, dan pengawas rumah perjudian dan rumah penimbangan. Kelak, Beng Kong bertugas selama 17 tahun, dalam masa pemerintahan lima gubernur jenderal.
Baca juga: Saatnya Gulungan Arsip VOC Ungkap Losmen Lampu Merah di Batavia
Sampai awal 1628, Batavia masih kesulitan mencari warga yang bersedia menghuni dan membangun di kota itu. Saat itu jumlah orang-orang Cina di Batavia mencapai 3.000 jiwa. VOC mengakui bahwa mereka tipe pekerja keras dan lihai berdagang, namun tidak dapat diandalkan untuk bertempur.
Mona Lohanda, arsiparis Arsip Nasional Republik Indonesia dan pemerhati sejarah peranakan Cina, berpendapat bahwa Kota Batavia banyak berhutang kepada warga Cina pendatang pada masa awal pembangunannya. Namun, ia juga mengingatkan perihal sumbangan warga Nusantara yang bekerja sebagai budak, serdadu, dan para kapitan mereka di kota ini. “Tidak baik terlalu menonjolkan peranan warga Cina di sini, tetapi memang jelas, Batavia dan VOC berutang banyak kepada mereka,” kata Mona.
Sebelum penyerangan pertama Mataram ke Batavia pada pertengahan 1628, Kasteel Batavia kedua telah berdiri. Di sisi selatannya tampak permukiman baru yang bersabuk jaringan kanal. Bahkan, seruas kanal telah dibangun di sisi timur, berikut dengan bangunan pertahanan.
Mona menerangkan kepada saya sebuah plakat yang berisi pengumuman hasil sidang Dewan Hindia pada 1630. Plakat itu menegaskan aturan yang disebut negenuursbloemen. Peraturan itu membolehkan budak-budak Kota Batavia—nama lama untuk Jakarta—untuk membuang sampah rumah tangga dan kotoran manusia ke jaringan kanal kota setelah pukul 21.00. Rupanya, kebiasaan buang sampah di saluran air itu berlanjut hingga hari ini.
Baca juga: Zaman VOC, Biang Kemacetan Bisa Kena Denda
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR