Nationalgeographic.co.id - Mungkin Anda berpikir bahwa emas sudah ada di dalam perut Bumi sejak planet ini terbentuk.
Namun, betulkah begitu?
Sebuah penelitian justru menunjukkan hal sebaliknya.
Emas dan platinum disebut seharusnya tidak langka di Bumi karena keduanya semestinya tidak ada di planet ini sama sekali.
Baca Juga: Harga Emas Antam Turun, Sebenarnya Dari Mana Datangnya Emas di Bumi?
Atau setidaknya, emas tidak seharusnya ada di kerak Bumi.
Itu karena logam mulia itu memang bukan berasal asli dari Bumi.
Menurut analisis yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Bristol, emas berasal dari tabrakan meteorit lebih dari 200 juta tahun setelah Bumi terbentuk.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature itu, selama pembentukan Bumi, besi cair tenggelam ke pusat planet untuk membentuk inti.
Baca Juga: Bakteri Pendaur Ulang Emas, Temuan yang Bisa Selamatkan Lingkungan
Besi cair ini tidak memasuki perut Bumi sendirian, tapi membawa serta seluruh logam mulia.
Hasil ini didapatkan oleh para peneliti setelah menganalisis bebatuan dari Greenland yang berusia hampir 4 miliar tahun.
Batuan purba ini memberikan pengetahuan mengenai komposisi planet kita tak lama setelah pembentukan inti Bumi tetapi sebelum tabrakan meteorit terjadi.
Baca Juga: Fakta Muslim di Amerika, Leluhur Datang Bersama Columbus hingga Inspirasi Desain Patung Liberty
Menurut pengukuran presisi tinggi dari dua isotop atau varian atom, tungsten (logam mulia lain yang juga langka) menunjukkan bahwa meteorit yang mengandung logam mulia menghantam Bumi.
Tabrakan meteorit ini kemudian melapisi Bumi dengan kandungan emas, platinum, dan unsur-unsur lainnya lama setelah rekan asli mereka menghilang ke inti planet ini.
Setelah logam-logam mulia ini memasuki inti Bumi, proses geologi kemudian membentuk Benua dan memusatkan logam mulia di kantong-kantong tambang saat ini.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rahasia Alam Semesta: Dari Mana Asal Emas yang Ada di Bumi?"
Penulis | : | Bank of England |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR