Kemudian Rougier meminta untuk memeriksa fosil itu dan mendapati bahwa Garberoglio benar-benar menemukan tengkorak ular. Yang mengejutkannya, tengkorak itu hampir sempurna, berumur 95 juta tahun dan berbentuk 3 dimensi seperti tengkorak yang diawetkan.
Terhitung sudah 13 tahun sejak Najash diberi nama dan 7 tahun sejak penemuan Fernando, tapi baru hari ini perburuan panjang itu memperoleh hasil. Ganjaran tersebut berupa harta karun tengkorak baru dan kerangka Najash dari situs kaya akan fosil di La Buitrera.
Hipotesis selama ini mengatakan bahwa ular berevolusi dari nenek moyang kadal yang buta dan hidup bersembunyi. Sekelompok ular kecil yang memiliki mulut kecil, seperti cacing, dikenal sebagai scolecophidians telah lama dianggap sebagai ular primitif yang pernah hidup.
Material fosil Najash yang baru menunjukkan bahwa tengkorak dari garis keturunan ular purba tidaklah seperti tengkorak ular scolecophidians. Penemuan ini malah menunjukkan Najash dan sejenisnya memiliki mulut yang besar dengan gigi-gigi tajam dan beberapa sendi tengkorak yang dapat bergerak. Hal-hal ini merupakan ciri khas kebanyakan ular modern. Namun, fosil Najash ini tetap memperlihatkan beberapa fitur khas tulang tengkorak yang dimiliki oleh kadal pada umumnya.
Dalam istilah evolusioner, fosil Najash memberi tahu kita bahwa ular mengalami evolusi hingga memiliki tulang tengkorak dengan mobilitas atau gerakan yang diperlukan untuk menelan mangsa yang cukup besar. Ciri khas ini juga banyak dimiliki oleh ular modern.
Informasi penting juga tersimpan dalam detail tulang demi tulang pada fosil Najash yang baru ini. Sebagai contoh, selama ini, tulang seperti batang yang terletak di belakang mata pada ular modern – disebut juga jugal- dianggap setara dengan tulang postorbital yang dimiliki oleh nenek moyang kadal mereka. Ide ini sejalan mengatakan bahwa jugal tidak ada di semua ular, baik itu pada fosil maupun pada ular modern.
Kendati demikian, tengkorak baru Najash malah menunjukkan secara meyakinkan bahwa hal ini tidak benar. Tulang di bawah orbit pada Najash memiliki bentuk, posisi, dan koneksi yang sama sebagaimana jugal berbentuk huruf-L pada kadal umumnya. Ini memperlihatkan bahwa bagian bawah batang jugal hilang selama evolusi ular dan hanya menyisakan jugal berbentuk batang yang dimiliki oleh ular modern. Simpulannya, tulang postorbital yang hilang, bukan jugal.
Baca Juga: Anjing Prasejarah Berusia 18 Ribu Tahun Ditemukan di Siberia dalam Keadaan Utuh
Spesimen Najash yang baru ini menjadi contoh yang sangat baik dari kekuatan prediksi sains. Hipotesis seperti adanya jugal pada ular dapat didukung oleh penemuan data baru yang memenuhi prediksi tersebut. Hasil penemuan yang didapatkan ini membuat hipotesis lama teruji salah dan hipotesis baru akan terverifikasi kebenarannya.
Singkatnya, tengkorak Najash memberi tahu kita bahwa ular nenek moyang sangatlah mirip dengan kerabat kadal dekat mereka, seperti kadal bertubuh besar dan berkepala besar seperti komodo. Ini benar-benar jauh dari gagasan awal bahwa ular bisa berevolusi dari leluhur yang berukuran kecil, buta, dan memiliki mulut kecil seperti cacing dikarenakan tidak ditemukannya fosil ular purba yang diketahui menyerupai scolecophidians yang bermulut kecil itu.
Rizki Nur Fitriansyah menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.
Penulis: Michael Caldwell, Professor of Vertebrate Palaeontology, University of Alberta dan Alessandro Palci, Research Associate in Evolutionary Biology, Flinders University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR