Nationalgeographic.co.id - Permasalahan sampah di laut tengah menjadi sorotan dunia.Tidak hanya media, masyarakat awam pun ikut serta mengamati hal tersebut. Indonesia sendiri merupakan penyumbang sampah plastik di lautan nomor dua di dunia.
Untuk itu pemerintah berkomitmen, di bawah koordinasi Kemenkomaritim, untuk berusaha mengurangi sampah di laut hingga 70% di 2025. Dengan rencana aksi pengendalian sampah di DAS dan sampah plastik di industri. Karena 80% dari sampah di lautan asalnya dari daratan dan 20%-nya dari aktivitas di laut.
Ini menjadi dasar kebijakan dari Danone-AQUA untuk mengembangkan program Bijak Berplastik sejak tahun lalu, dengan tiga pilar utama yaitu pengumpulan, edukasi, dan inovasi. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik di laut.
Baca Juga: Menjadi Pejalan Ramah Lingkungan, Ini 3 Cara Sederhana Traveling Tanpa Plastik
“Kita memastikan bahwa kita menggunakan kemasan yang bisa seratus persen bisa didaur ulang, digunakan kembali, atau nantinya menjadi kompos,” ucap Ratih Anggraeni, Senior Sustainable Packaging Manager Danone Indonesia.
Untuk pengembangan kemasan daur ulang Danone-AQUA bekerja sama dengan pihak industri yaitu PT Namasindoplas, yang sudah mengembangkan rPET atau recycle PET (Polietilena tereftalat) sejak 2008, untuk berkolaborasi mengembangkan ekonomi sirkular.
Untuk pengumpulan bahan baku kemasan daur ulang dalam bentuk cacahan atau flakes, PT Namasindoplas mendapat suplai dari empat pusat pengumpulan botol dari sekitar Bandung. Salah satunya Roy Pet Collection Center yang berada di Leuwigajah, Kota Cimahi.
“Kami menerima botol-botol plastik dari 10 bandar besar, 40 lapak kecil, dan hampir 2.000 pemulung,” ucap Jasmine, pemilik Roy Pet. Botol yang diterima dalam bentuk botol bulat dan botol yang sudah dipres.
Roy Pet memiliki 155 pekerja yang 75%-nya adalah perempuan. Sebagian besar pekerjaan yang dilakukan adalah meyortir botol-botol yang tiba di Roy Pet. “Kita melakukan sortir yang benar-benar ketat, jadi botol yang nanti masuk mesin adalah botol-botol yang benar-benar bersih,” ujar Jasmine.
Penyortiran dilakukan untuk memisahkan botol-botol yang berbahan PET dari kontaminasi material lainnya agar dapat diolah lagi menjadi botol atau bottle to bottle. Botol yang tidak lolos sortir akan dijual ke pihak lain yang membutuhkan untuk didaur ulang menjadi tekstil, fiber, atau lainnya. Di sini juga akan dipisahkan botol berwarna bening dengan botol berwarna biru muda.
Baca Juga: Mikroplastik Dalam Tanah Dapat Merusak Kehidupan Cacing Tanah
Selesai disortir botol-botol akan digiling dalam mesin pencacah menjadi plastik cacahan atau flakes sambil dicuci dengan air mengalir, lalu dibilas dan dikeringkan, kemudian dikemas dalam karung. Menurut Jasmine dalam sehari Roy Pet dapat memproduksi 10 ton flakes dari 11 ton botol yang sudah disortir.
Flakes ini kemudian dikirim ke Namasindo Plas untuk diolah menjadi resin dan botol preform. “Proses pertama ada washing, lalu drying, separator untuk mengurangi kontaminasi, tatake untuk mengutangi kontaminasi akhir, lalu ada metal separator untuk memastikan tidak ada kontaminasi logam berat dan lain sebagainya,” ujar Santi Suryati, Corporate Quality Assurance PT Namasindoplas.
“Proses kedua adalah pembuatan pallete, resin ini belum bisa untuk menjadi bottle to bottle belum cukup,” tambah Santi. Tahap terakhir untuk pembuatan resin yang dapat dibuat menjadi bottle to bottle adalah pembuatan SSP (Solid State Polycondensation) untuk pemurnian akhir.
Baca Juga: Mengapa Hewan Laut Kerap Memakan Plastik?
SSP ini nanti akan diproses lagi untuk menjadi botol preform. “Kami mengirimkan dua tipe yaitu recycled PET dan botol preform ini ke Danone, karena mereka mempunyai alat pengolahan botol sendiri” ujar Santi lagi.
Saat ini semua botol AQUA telah mengandung hingga 25 persen plastik daur ulang. “Nanti tahun 2025 kita berkomitmen untuk meningkatkan kandungan material daur ulang di seluruh portfolio botol kita menjadi 50 persen,” ucap Ratih.
Penulis | : | Warsono |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR