Nationalgeographic.co.id— "Kita tidak bisa hidup tanpa plastik, semua hal mengandung partikel plastik. Namun kita menggunakan cara berpikir kita agar sepintar mungkin menggunakan plastik," tutur Maurilla Imron.
Maurilla adalah seorang Content Creator, Founder Zero Waste Indonesia (ZWID), sekaligus ibu rumah tangga. Sebelumnya ia bekerja di perusahaan busana selama lima tahun di luar negeri dan baru pindah ke Indonesia pada dua tahun lalu.
ZWID merupakan sebuah komunitas berbasis daring yang didirikan oleh Maurilla dan rekanya Kirana Agustina sejak 2018. Tujuan komunitas ini ialah megajak masyarakat Indonesia untuk menjalani gaya hidup nol sampah.
Komunitas ini juga memberikan kiat-kiat gaya hidup nol sampah yang bermanfaat serta memberikan informasi tentang penanggulangan limbah dan keterkaitanya dengan lingkungan hidup.
National Geographic Indonesia dan Saya Pilih Bumi sepanjang tahun ini menggelar kampanye #PerempuanUntukPerubahan dan #BerbagiCerita. Gagasan baru ini dikemas dalam diskusi daring bertajuk "Inspirasi Perempuan untuk Perubahan Lingkungan" pada 25-26 April 2020. Sepanjang dua hari itu, enam perempuan akan bercerita tentang gagasan dan upayanya mewujudkan Bumi yang lebih baik.
Pada 26 April, Mauriilla berbagi cerita kepada Sobat Bumi—sapaan akrab peserta kampanye Saya Pilih Bumi. Pemantik diskusinya, Gita Laras Widyaningrum, jurnalis National Geographic Indonesia.
Maurilla, yang saat ini masih di Den Haag, adalah salah satu dari enam perempuan inspiratif itu. Sejatinya, dia mengungkapkan tidak memiliki latar belakang lingkungan untuk menyuarakan gaya hidup nol sampah.
Cerita itu dimulai pada 2017, saat dirinya mendapatkan titik balik akan kesadaran alam karena melihat video seorang penyelam di Nusa Penida Bali yang merekam sampah plastik bertebaran di lingkungan.
"Aku nggak nyangka tempat yang dibilang paradise ternyata penuh dengan sampah. Itu adalah hal yang membuatku harus melakukan sesuatu," ucap Mauril.
Gaya hidup nol sampah bertujuan untuk meminimalkan sampah yang dihasilkan oleh tiap individu. Agar tidak berakhir di TPA, laut, atau tempat pembakaran.
Maurilla mengatakan harus ada pola pikir baru untuk menyederhanakan diri sendiri pada gaya hidup ini. Kita harus berfokus pada hal yang terkontrol.
Konsisten pada gaya hidup ini harus dengan alasan yang kuat. Kegelisahan dari pengalaman Maurilla saat di Bali adalah salah satu alasan yang kuat tersebut.
Baca Juga: DK Wardhani: Melindungi Lingkungan dengan Rumah Tangga Minim Sampah
Gaya hidup nol sampah perlu dilakukan secara kolektif atau bersama untuk memberikan dampak yang signifikan baik pada alam maupun lingkungan sendiri menurut Maurilla.
"Tidak perlu memerukan satu orang yang sempurna melakukan zero waste tetapi perlu orang banyak yang melakukanya secara tidak sempurna,"ucapnya.
Maurilla mengutip KLHK bahwa sampah nasional berjumlah 0,7 kg untuk satu orang per harinya. Jika dihitung, terdapat 175.000 ton per hari dan 64 juta ton sampah per tahun.
Ia juga mengatakan bahwa lebih dari 50 persen sampah di Indonesia adalah sisa organik. "Kita bayangkan kalau bisa memilah dan melakukan kompos, itu sudah bisa mengurangi beban sampah di Indonesia untuk satu orang,"
Untuk melakukan gaya hidup nol sampah, Maurilla Imron melakukan 6 R. Yakni Rethink (konsumsi), Refuse (menolak tas plastik), Reuse (menggunakan tas kain), Reduce (menggunakan clodi dan sampah tisu basah), Rot (kompos), dan Recycle (pilah sampah). Walaupun Maurilla melakukan 6-R, menurutnya zero waste adalah sebuah proses yang tidak sempurna, namun berdampak bagi Bumi.
Gaya hidup yang dapat dimulai ialah audit sampah. Memilah-milih sampah yang kita keluarkan setiap harinya. Dengan audit ini maka kita akan mengatur permintaan mana yang kita butuhkan ke pasar.
Contoh lain untuk memulai ini ialah kompos sampah biji kurma. Bulan Ramadan adalah alasan baik untuk memulai kompos di rumah karena biji ini adalah sampah sisa organik, ungkapnya.
Seperti pada pemaparanya di awal, bahwa gaya hidup ini harus berfokus pada hal yang bisa kita kontrol. Maurilla memberi contoh saat dirinya dan keluarga terpaksa menggunakan popok sekali pakai ketimbang popok cuci ulang saat melakukan perjalanan jauh. Ia mengatakan bahwa ada hal-hal yang kita tidak bisa paksakan dalam situasi dan kondisi tertentu.
Layaknya hidayah, gaya hidup nol sampah harus di jemput ungkap Maurilla. Karena gaya hidup ini adalah cara untuk berterima kasih kepada alam.
Makna pionir bagi Maurilla ialah sesederhana bercerita pada orang sekitar terhadap apa yang kita lakukan untuk berbagi pengalaman. Berbagi pengalaman bisa dilakukan melalui media sosial dan mengajak keluarga menonton film dokumenter tentang lingkungan.
"Kita tidak bisa memaksa orang lain, yang bisa kita lakukan adalah bercerita tanpa menggurui. Berbagi pengalaman melalui sosial media adalah suatu hal yang powerful," ungkapnya.
Tantangan pada gaya hidup ini ialah diri sendiri. Bahwa seseorang perlu meminimalkan sampah dan membuka akses kepada semua orang untuk belajar akan gaya hidup ini. Terkadang pula ada pandangan yang kurang terpat terhadap gaya hidup nol sampah. Seperti sudut pandang nol sampah anti plastik, rumit, dan mahal.
Pada akhir pemaparan, Gita Laras Widyaningrum memberikan epilog terkait sesi berbagi cerita yang telah disampaikan Mauril. Jika ingin menerapkan zero waste, kita harus memiliki alasan atau motivasi yang kuat. Kemudian, kita juga harus mengaudit sampah yang kita hasilkan sendiri.
Kita juga bisa menjadi pionir dengan berbagi cerita dan pengalaman kita kepada orang lain atau melalui media sosial. Namun, sebaiknya jangan memaksa, karena setiap orang memiliki titik baliknya sendiri.
Pada dasarnya, semua orang adalah agen perubahan. Menurut Mauril, prinsip keberlanjutan memang harus dimulai dari diri sendiri. Namun, Bumi tidak butuh satu orang sempurna untuk melakukan zero waste. Bumi butuh banyak orang yang melakukannya meski belum sempurna.
Oleh sebab itu, Gita mengatakan: "Saya, kamu, kita, bisa sama-sama mulai melakukan perubahan dan menerapkan gaya hidup minim sampah demi lingkungan yang lebih baik "
Source | : | Inspirasi Perempuan Untuk Perubahan Lingkungan |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR