Nationalgeographic.co.id – Dua gadis dengan selendang yang diikatkan ke pinggang berdiri tegak, saling berdampingan. Keduanya tampak serius menatap para penabuh musik, menunggu aba-aba gerakan salah satu dari mereka.
Ketika sang penabuh kendang menggerakkan tangannya, kedua penari tersebut mulai menari dengan gerakan sederhana, tetapi seirama. Sesekali, selendang mereka dikepakkan bagai sayap.
Kedua gadis tersebut adalah Kolok Darsih dan Kolok Astari dari Desa Bengkala, Bali. Kolok, merupakan sebutan dalam bahasa Bali yang berarti tuli bisu.
Meski hanya dibalut kaos dan selendang seadanya, kedua gadis itu tampak menghayati setiap gerakannya seolah sedang berada di atas panggung pertunjukkan.
Baca Juga: Manfaatkan Teknologi, Roh Tari Topeng Mimi Rasinah Bangkit di Tengah Pandemi
Padahal, mereka hanya sedang memperagakan tarian Jalak Anguci untuk kelas tari bertajuk “Kelas Tari Kolok Bengkala: Tari Jalak Anguci” Kamis (26/11/2020).
Kelas tari daring ini digagas oleh PT Pertamina (Persero) yang bekerjasama dengan National Geographic Indonesia. Tujuannya, untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia agar tidak tergerus zaman.
Selain itu, kelas tari ini diciptakan sebagai langkah untuk membangkitkan sanggar tari komunitas Kolok Bengkala yang sempat pupus akibat pandemi Covid-19.
Meski demikian, semangat para penari tetap tercetak di wajah mereka tatkala menunjukkan setiap gerakan yang saling bersinkronisasi.
Tarian unik untuk komunitas yang unik
Tari Jalak Anguci merupakan salah satu tarian yang diciptakan khusus untuk komunitas kolok. Tarian ini terinspirasi dari burung Jalak Bali sebagai ikon Pulau Dewata.
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR