Berkait pemberantasan korupsi di zaman VOC, kita bisa mengetahuinya dari The Archieve of The Dutch East India Company (VOC) and the Local Institutions in Batavia yang dihimpun Nationaal Archief The Hague bekerjasama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia. Menurut arsip tersebut VOC sempat melakukan pemberantasan korupsi dengan membentuk komisi khusus (Hoge Commissie) yang bertugas memeriksa dan menyelesaikan skandal administrasi.
Korupsi yang sering terjadi pada era VOC inilah yang mengakibatkan kongsi dagang terbesar di dunia tersebut bangkrut, dan sempat diejek publik sebagai Vergaan Onder Corruptie (hancur karena korupsi).
Pengutusan Daendels tidak lain menurut Marihandono, selain memperbaiki juga memodernisasi administrasi Hindia Timur saat Belanda sendiri diduduki oleh kekuasaan Perancis pasca Revoluis Perancis.
"Napoleon Bonaparte memerintahkan kepada Raja Belanda Louis Napoleon saat itu untuk mencari calon gubernur jenderal di Hindia Timur yang dapat menjaga martabat Prancis," tulisnya. "Sebelum keberangkatannya ke pulau Jawa, Daendels menerima surat keputusan pengangkatan dirinya menjadi gubernur jenderal pada tanggal 28 Januari 1807."
Baca Juga: Misteri Penis Kecil Napoleon yang Berpindah-pindah Tangan Lintas Benua
Tugas utama Daendels yang diinstruksikan dan sekaligus pengangkatannya sebagai Marsekal oleh Raja Belanda pada 9 Februari 1807 dijabarkan sebagai berikut:
A) Instruksi untuk Gubernur Jenderal (37 pasal)
B) Instruksi untuk Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia (25),
C) Instruksi kepada Gubernur Jenderal untuk membubarkan Pemerintahan Tinggi di Batavia (Haute Régences des Grandes Indes) (6 pasal).
Langkah awal yang dilakukan Daendels saat tiba di Jawa dan menjabat sebagai gubernur jenderal ialah menaikkan gaji para pegawai pemerintah, dan melarang pegawai pemerintahan untuk melakukan perdagangan.
"Dia yakin bahwa korupsi terjadi karena rendahnya gaji yang mereka terima, sehingga semua hal yang berkaitan dengan uang pasti akan mereka dahulukan," terang Marihandono.
Daendels juga melarang setiap gubernur dan pegawai pemerintah untuk menerima atau mengirim parsel dan paket. Ini disebabkan karena laporan bahwa para bupati, yang dijabat oleh pribumi, diwajibkan untuk memberikan uang pengakuan (uang bekti) kepada gubernur.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR