Hasil ekspedisi penelitian ini menjadi titik awal bagi dunia arkeologi Indonesia untuk melestarikan peninggalan di darat maupun di bawah laut. Mengingat, sebenarnya sudah ada regulasi perlindungan dan pelestarian lewat UU Warisan Budaya No. 11.
“Satu kasus yang berhasil oleh kami itu pada HMS Perth di teluk Banten dengan Australia. Kita join research, lalu kita berikan situsnya ke Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjadi kawasan konservasi maritim,” papar Shinatria.
Meski sudah terlindungi lewat regulasi, tetapi di lapangan masih minimnya pengawasan peninggalan bersejarah di bawah air. Pengawasan ini tentunya membutuhkan peralatan yang memadai, dan SDM yang bertanggung jawab.
Baca Juga: Lukisan Cadas 45.500 Tahun Asal Sulawesi Jadi Temuan Tertua di Dunia
“Peneltian ini is a good start untuk ditiru negara-negara lain. Jika mereka concern akan peninggalannya ada di wilayah Indonesia harus sering lakukan riset bareng ARKENAS seperti yang dilakukan Belanda,” tawarnya agar ada permintaan negara-negara yang pernah bertempur di teritori Indonesia.
“Mungkin berita kapal-kapal sekutu dari Perang Dunia II ini kurang perhatian karena adanya anggapan ‘ini kan kapal asing, ngapain kita urusin?’. Opini itu dari orang yang tidak sadar sejarah, padahal kalau sadar kita dulunya tergabung di Hindia Belanda”
“[ketiga kapal yang tenggelam] Ini simbol berakhirnya penjajahan. Jadi Battle of Java Sea ini simbol yang mengubah geopolotik di dunia, dan Indonesia yang dampaknya yang dikuasai Jepang hingga muncul peluang kemerdekaan kita,” pungkasnya untuk meningkatkan kesadaran akan sejarah.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR