Nationalgeographic.co.id - Pernahkah Anda berpikir, bila pengeras suara atau speaker Anda dapat membantu permasalahan kesehatan Anda? Sebelumnya, para ilmuwan dari University of Washington menguji pengeras suara Amazon Echo dan Google Home.
Ternyata, kedua pengeras suara pintar itu memiliki kemampuan untuk mendeteksi serang jantung atau memantau pernapasan. Mereka mempublikasikannya di The American Journal of Cardiology (Vol. 123 April 2019).
Pada pengembangan selanjutnya, para ilmuwan mencoba untuk mengarahkan kemampuannya pada hal yang lebih kompleks: memantau detak jantung seseorang tanpa perlu menyentuhnya.
Temuan terbaru ini dipublikasikan di Communication Biology, Selasa (09/03) oleh Anrang Wang dan tim.
Mereka menulis mengenai pengeras suara pintar itu memiliki sistem yang mengirimkan suara yang tidak terdengar ke sebuah ruangan. Kemudian, suara itu memantul kembali ke pengeras suara, sehingga sistem dapat memantau detak jantung.
Baca Juga: Hipotesa Simulasi, dari Filsafat hingga Teknologi Algoritma Fisika
Karena detak jantung adalah getaran kecil dari dada, tim mengaplikasikan sistem itu menggunakan machine learning untuk membantu pengeras suara pintar itu menemukan sinyal adanya detak jantung yang biasa maupun tak teratur.
Mereka menguji sistem itu pada partisipan yang sehat dan pasien jantung rawat inap. Pengeras suara pintar itu mendeteksi detak jantung yang sangat mirip dengan detakan yang terdeteksi oleh monitor detakan jantung.
"Detak jantung biasa cukup mudah untuk dideteksi meskipun sinyalnya kecil, karena dapat dicari [lewat] pola periodik dalam data," ujar rekan penulis Shyam Gollakota. "Tapi detak jantung tak teratur benar-benar menantang, karena tidak ada pola seperti tu."
"Saya tak yakin, apakah mungkin untuk mendeteksinya, maka saya terkejut bila algoritma kami dapat mengidentifikasi detak jantung tak teratur selama uji coba pada pasien," tambahnya, dikutip dari rilis akademik.
Dalam ilmu kedokteran, dokter lebih terfokus pada penilaian irama jantung yang berupa pola detakan. Berbeda dengan denyut jantung yang umum dikenali bagi orang, yakni rata-rata detakan dari waktu ke waktu.
"Gangguan irama jantung (Aritmia) sebenarnya lebih umum daripada beberapa kondisi jantung umum lainnya," terang rekan penulis lainnya Arun Sridhar. "Aritmia dapat menyebabkan morbiditas utama seperti stroke, tetapi kejadiannya bisa sangat tak terduga."
Para peneliti menulis, kunci untuk menilai ritme jantung terletak pada identifikasi detak seseorang. Pada sistem ini, pencarian detak mulai bekerja saat seseorang duduk dalam jarak 1 hingga 2 kaki di depan pengeras suara pintar.
Kemudian, sistem memutar suarat terus menerus yang tak terdengar, dan mamantul dari orang itu. Hasilnya, sitem dapat menemukan ragam getar dari orang itu, termasuk naik-turunnya dada mereka saat bernapas.
Baca Juga: Benarkah Mandi dengan Air Hangat Lebih Baik untuk Kesehatan Jantung?
"Gerakan dari pernapasan seseorang adalah getaran yang lebih besar di dinding dada ketimbang gerakan dari detak jantung, dan jadi tantangan besar [bagi pengeras suara]," ujar Anrang Wang, penulis utama studi. "Sinyal pernapasan tidak teratur membuat sulit untuk menyaringnya."
Untuk menyelesaikan masalah itu, para peneliti telah menambahkan banyak mikrofon pada pengeras suara pintar itu. Kemudian dirancang pula algoritma yang dapat menggabungkan sinyal dari semua mikrofon, hingga dapat mengidentifikasi sinyal detak jantung.
Para peneliti juga menggunakan algoritma kedua pada alat itu, untuk membagi sinyal menjadi detak jantung untuk diekstrak sebagai interval antar detak, maupun jumlah waktu antara dua detak jantung. Sehingga, dapat membantu para dokter menemukan pola ritma jantung.
Melalui temuan ini, Sridhar menambahkan, juga dapat membantu bagi para pasien dengan meringankan tes biaya daripada harus di rumah sakit.
Lewat alat ini, masyarakat bisa melakukan pengecekan rutin dan nyaman di rumah untuk diagnosa dini, tanpa khawatir adanya permainan harga yang dilakukan pihak rumah sakit.
Source | : | Science Direct,Nature Communications |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR