Susanti dalam tulisannya pada Jurnal Sejarah Citra Lekha, ANRI dengan judul Nasionalisme dan Gerakan Mulih Njowo, 1947 dan 1954, terbitan tahun 2016, menjelaskan tentang upaya-upaya yang dilakukan rakyat Jawa untuk kembali ke tanah air. "TKI Suriname telah berhasil kembali ke tanah air untuk menceritakan hal yang terjadi dan meminta bantuan kepada Presiden Soekarno untuk memberikan bantuan berupa obat-obatan dan pakaian bagi yang membutuhkan".
"Para TKI melakukan demonstasi besar-besaran di Suriname dan sekitar 782 orang Jawa disana berhasil kembali ke tanah air pada 25 Oktober 1947" tambahnya. Sebanyak 782 orang tersebut berhasil kembali berkat upayanya menghimpun dana untuk menyewa kapal yang menuju Indonesia. Kapal Tabian akhirnya menjadi kapal yang berjasa membawa sejumlah TKI kembali dengan biaya sewa sekitar Sf.280.000 (gulden Suriname).
Baca Juga: Apa Saja Sukacita dan Nestapa Berhaji pada Zaman Hindia Belanda?
Melihat kenyataan itu, pemerintah Belanda di Suriname tak tinggal diam. Repatrian (TKI) Jawa kemudian diiming-imingi kesejahteraan sebagai bagian dari warga negara Belanda. Hal tersebut dilakukan lantaran Pemerintah Belanda tidak ingin kehilangan tenaga kerja yang berkualitas dan mau diupah murah.
Hasilnya, seluruh repatrian Jawa di Suriname menolak tawaran Belanda dan memutuskan untuk tetap menjadi warga negara Indonesia. Sebaliknya, para repatrian membentuk dua partai politik dengan tujuan berbeda.
Baca Juga: Blunder Snouck Hugronje Perkara Arab-Hadhrami di Hindia Belanda
Orang-orang Jawa membentuk dua partai, Persatuan Bangsa Indonesia Suriname (PBIS) dan Kaum Tani Persatuan Indonesia (KTPI). KTPI memilik tujuan khusus, yakni bertekad keras untuk menyusul 782 orang pulang ke tanah air. Besarnya tekad kembali ke Jawa, KTPI membentuk Yayasan Tanah Air (YTA), tujuannya untuk membangun diplomasi dengan perwakilan RI di Suriname untuk dapat memudahkan mereka kembali ke Jawa.
Demi dapat pulang, mereka menjual seluruh harta benda. Pada akhirnya, mereka dapat berlabuh di Teluk Bayur, Padang pada 3 Februari 1954. Padatnya Pulau Jawa, membuat rombongan Kapal Langkuas harus menetap di Sumatera Barat dan mendirikan "Desa Suriname".
Meski begitu, beberapa orang Jawa tetap tak dapat kembali dan melanjutkan hidupnya di Suriname. Para keturunan Jawa-Suriname telah menjabat di parlemen, pasca kemerdekaan Suriname pada 25 Nopember 1975. Mereka yang menjabat adalah keturunan Jawa-Suriname yang merupakan generasi kedua para imigran Jawa di Suriname.
Baca Juga: Fotografi Zaman Hindia Belanda, Lahir dari Eksotisme dan Kosmopolitan
Source | : | google scholar |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR