Pantai Sawarna sering diberi berbagai julukan. Salah satu yang melekat adalah hidden paradise. Letaknya yang tersembunyi di balik pedesaan, merupakan nilai lebih bagi para pendatang yang mendambakan ketenangan.
Saya berdiri di pinggir laut, menunggu ombak mengenai kaki. Di kiri kanan saya tampak banyak orang yang berjemur, juga bermain air. Terlihat beberapa wisatawan mancanegara. Ada pula muda mudi yang membawa papan selancar. Mereka paddling agak ke tengah laut, menanti ombak mendebur, lalu mulai menari di atas papan selancar.
Dari berbagai orang yang sedang menikmati moleknya Pantai Sawarna, saya bertemu dengan Chris dan kawannya, Billy. Pria paruh baya ini berprofesi sebagai wartawan Saigon Times, harian yang cukup terkenal di Ho Chi Minh, Vietnam. Chris lalu bercerita bagaimana dia bisa menemukan pantai ini, dan perjuangannya untuk mencapai Sawarna.
Dia sempat melemparkan guyonan, agar tidak membiarkan orang-orang tahu keberadaan tempat ini. Menurutnya, bila orang menemukan keberadaan pantai ini, semuanya akan berubah dan Pantai Sawarna seketika akan kehilangan keindahannya.
Keadaan itulah yang seringkali terjadi pada pantai-pantai yang ada di Indonesia. Hal-hal krusial seperti pengelolaan dan perawatan pantai, nampaknya sering kali dilupakan oleh para pebisnis yang hidup dari sekitar pantai.
Sampah yang membuat pantai semakin kotor tidak dijadikan pertimbangan para pihak yang menjalankan bisnis wisata pantai.
Pantai seperti Sawarna, terletak di belakang desa terpencil. Saat mengobrol dengan beberapa warga, mereka juga menceritakan bahwa banyak pihak-pihak dari luar desa yang tertarik untuk berinvestasi dan mengubah desa Sawarna menjadi area penginapan yang canggih dengan segala fasilitas.
Ide tersebut secara tegas mereka tolak dengan alasan menjaga kebersihan, juga sebagai bentuk loyalitas warga terhadap alam berpanorama indah yang sudah Tuhan anugerahkan bagi mereka.
“Pantai ini warisan Tuhan untuk warga kami. Bila ada pendatang yang tidak menghargai, kami harus bertindak tegas. Pantai ini tempat kami mencari uang dan semuanya tergantung Yang Maha Kuasa untuk memberikan rezekinya ke kami. Sepertinya dari keadaan itu seharusnya manusia tahu peran Tuhan di dalam hidupnya,” demikian harap Ade Sudrajat pemilik salah satu guest house.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR