Coba amatilah suasana stadion ketika klub-klub Ligue 1 di Prancis sedang berlaga. Kecuali kandang beberapa klub seperti Olympique Marseille, Saint Ettienne, dan Paris Saint Germain, biasanya bangku stadion jarang penuh terisi. Kalaupun ada yang full house, kapasitas stadion hampir dipastikan kecil.
Akan tetapi, suasana seperti itu tidak menggambarkan kualitas sepak bola Prancis. Sepak bola di sana sudah menembus level dunia. Tanda-tandanya, siapa saja bisa dengan mudah menyebutkan para pesepak bola hebat yang membela Les Bleus seperti Michel Platini, Zinedine Zidane, Thierry Henry hingga para pemain aktif generasi Samir Nasri dan kawan-kawan.
Stadion yang kosong bukanlah sebuah tanda antipati publik Prancis terhadap sepak bola. Permainan ini tetaplah olahraga populer. Penonton liga yang cenderung sepi hanya merupakan dampak dari keunikan perkembangan sepak bola di Prancis.
Berbeda dengan sebagian besar negara lain di dunia, sepak bola di Negeri Anggur malah dipopulerkan oleh kelas menengah. Ini membuat Prancis memiliki keunggulan dalam pengorganisasian sepak bola jika dibandingkan negara-negara lain.
Bukti kemampuan organisasi Prancis terlihat dalam kompetisi sepak bola elite di dunia. Lihatlah, mulai dari Piala Dunia, Piala Eropa, hingga Liga Champions Eropa bisa bergulir berkat andil orang-orang Prancis. Mereka adalah Jules Rimet di Piala Dunia, Henri Delaunay di Piala Eropa, dan Gabriel Hanot di Liga Champions.
Menurut Geoff Hare dari Universitas Newcastle di Inggris, hal tersebut merupakan perwujudan hasrat besar dalam diri orang Prancis untuk berperan di level dunia. “Rezim presidensial yang kuat di sana menjadikan olahraga dan segala bentuk manifestasinya sebagai instrumen politik ke hadapan dunia. Ini merupakan upaya kompensasi dari ketertinggalan Prancis dalam berbagai bidang seperti militer dan ekonomi, meskipun sesungguhnya kekuatan mereka tetap lebih baik dibanding kondisi dunia secara umum,” tulis Hare dalam buku Football In France A Cultural History.
Organisasi pembinaan
Selain aktif menggagas sejumlah kompetisi elite, Prancis akhirnya terdorong untuk menghasilkan para pesepak bola hebat. Sebab, olahraga dipandang bisa menjadi sarana perwujudan kebanggaan bangsa.
Akibatnya, peran negara dalam perkembangan sepak bola sangat besar. Untuk melahirkan para pesepak bola hebat, Prancis membentuk sistem pembinaan pemain dan pelatih yang sangat terstruktur. Pelakunya adalah induk sepak bola Prancis, FFF, dan komite standardisasi khusus yang disebut Directeur Technique National (DTN) yang ditugasi untuk memproduksi pemain dan pelatih berkualitas sebanyak-banyaknya.
Peran negara pun tidak setengah-setengah. Mereka membiayai sebagian besar proyek pembinaan. Namun, sebagai konsekuensinya, FFF dan DTN menerapkan tes dan standar ketat bagi para pelakunya. Ambil contoh, agar bisa melatih sebuah klub sepak bola profesional, seorang pelatih di Prancis harus bisa melewati 11 jenjang ujian kompetensi.
Pada akhirnya, keseriusan pemerintah Prancis berbuah manis. Dari dulu hingga sekarang, Les Bleus tidak pernah kekurangan para pemain berbakat. Masa Zidane boleh berlalu. Namun, era Franck Ribery cs masih ada. Kalaupun era Ribery cs sudah lewat, generasi Paul Pogba dan kawan-kawan sudah siap menggantikannya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR