Meskipun Romawi adalah kekuatan dominan di Mediterania pada saat itu, mereka tidak memiliki angkatan laut yang kuat. Selain itu, perang antara Romawi dan Kekaisaran Seleukia selama awal abad ke-2 Sebelum Masehi menabur kekacauan lebih lanjut di Mediterania timur.
Kurangnya kekuatan angkatan laut di Mediterania bukan satu-satunya faktor yang memperburuk masalah pembajakan di laut perairan tersebut. Berkembangnya pembajakan selama periode itu juga karena fakta bahwa Romawi mengandalkan mereka untuk pengadaan budak.
Para perompak sering mengincar kapal dagang lambat, terutama kapal gandum yang mengangkut gandum dari Mesir ke Italia. Ketika kapal-kapal tersebut ditangkap, para kru mereka biasanya akan dibawa ke Pulau Delos di Yunani, yang merupakan pusat perdagangan budak internasional pada saat itu. Budak-budak yang dijual ke para elite Romawi biasanya akhirnya bekerja di perkebunan mereka di Italia.
Baca Juga: Julius Caesar, Juara Taktik Perang Pengepungan
Para perompak di Mediterania awalnya memiliki benteng di Kreta (di Mediterania timur) dan di Kepulauan Balearic (di Mediterania barat). Kemudian, mereka menjadikan Kilikia barat sebagai basis operasi mereka, sehingga mereka dijuluki sebagai "bajak laut Kilikia".
Seperti disebutkan sebelumnya, para perompak biasanya akan menangkap para awak kapal dan menjualnya sebagai budak. Namun para tawanan kaya, bagaimanapun, tidak mengalami nasib seperti itu. Mereka tidak dijual sebagai budak, tapi ditahan sebagai sandera untuk dimintai uang tebusan sebagai syarat kepulangan mereka hidup-hidup.
Salah satu sandera bajak laut Kilikia yang paling terkenal adalah Julius Caesar. Pada 75 Sebelum Masehi, Diktator Romawi masa depan yang masih berusia 25 tahun pada waktu itu ditangkap oleh bajak laut Kilikia saat dalam perjalanan ke Rhodes untuk belajar pidato.
Baca Juga: Penemuan Kalung Budak Romawi 'Pegang Aku Atau Aku Akan Lari!'
Benarkah Masyarakat Semakin Sadar Pentingnya Upaya Penghapusan Karbon Dioksida?
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR