Stasiun Willem I berdiri gagah dengan lokomotif-lokomotif tua. Bangunan stasiun itu ditetapkan menjadi Museum Kereta Api Ambarawa sejak 6 Oktober 1976.
Pada era Hindia Belanda, stasiun itu bagian penting jalur kereta api pada masa-masa awal. Stasiun Willem I selesai dibangun dan mulai dioperasikan untuk lintas kereta api cabang Semarang-Kedungjati-Ambarawa pada 21 Mei 1873.
Nama Willem I disematkan sesuai nama benteng logistik dan barak militer Hindia Belanda—Benteng Willem I—yang tak jauh lokasinya dari stasiun.
Adapun Benteng Willem I dibangun pada 1834-1845. Masyarakat setempat hingga kini menyebutnya sebagai Benteng Pendem (terpendam).
Nama Willem I itu diambil dari nama raja pertama Kerajaan Belanda, Willem Frederik Prins van Oranje-Nassau (1772-1843).
Ambarawa dipilih karena strategis sebagai benteng pertahanan militer setelah Perang Diponegoro (1825-1830). Kota ini pun menjadi pelintasan dari arah Semarang menuju Yogyakarta dan Surakarta.
”Pembangunan rel kereta api di Ambarawa sangat penting untuk pengerahan militer Hindia Belanda waktu itu,” kata Djoko Setijowarno, pengamat transportasi yang juga dosen pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata. Ia menyertai perjalananKompas dari Semarang menuju Stasiun Willem I.
Saking pentingnya wilayah Jawa Tengah, pada era Hindia Belanda, seluruh wilayah kabupaten atau kota di Jateng dilewati jalur kereta api. Hanya ada satu kabupaten yang tidak dilewati jalur kereta api, yakni Salatiga. Salah satu alasannya, faktor geografis.
Cabang penting
Jalur rel menuju Ambarawa merupakan percabangan dari pelintasan utama stasiun kereta api pertama Stasiun Semarang di Semarang menuju ”Vorstenlanden” atau daerah yang dikuasai raja-raja pribumi di Surakarta dan Yogyakarta. Titik percabangannya ada di Stasiun Kedungjati setelah Stasiun Tanggung, Grobogan.
Jalur rel itu dibangun perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Percabangan jalur rel Kedungjati menuju Ambarawa sepanjang 37 kilometer memiliki keistimewaan. Saat pembangunan jalur Semarang-Vorstenlanden, NIS didera kesulitan modal. Namun, Pemerintah Hindia Belanda bersedia memberikan pinjaman modal dengan bunga 4,5 persen.
Salah satu persyaratan konsesi, NIS wajib membangun pelintasan kereta api hingga Ambarawa. NIS diberi keistimewaan, pembangunan jalur Kedungjati-Ambarawa tak dibebani bunga modal pinjaman dari Pemerintah Hindia Belanda.
Beberapa stasiun yang dilewati dari Kedungjati menuju Ambarawa, yakni Stasiun Tempuran, Gogodalem, Beringin, dan Tuntang. Tempat-tempat itu penting pada masanya.
Namun, sejalan dengan waktu, pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan infrastruktur jalan raya dari Semarang ke Ambarawa yang lebih singkat, kereta api—secara lambat tetapi pasti—kalah bersaing, bahkan ditinggalkan.
Lonceng kematian
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR