Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) hari Rabu (12/11) mengatakan jumlah orang yang meninggal akibat virus Ebola telah melampaui 5.000 dari sekitar 14.000 penderita. Laporan itu menyebutkan angka kematian di lapangan kemungkinan lebih besar daripada 5.160 yang terkonfirmasi karena banyak penderita enggan mencari pengobatan.
Hari Rabu, militer Amerika mengatakan akan mengurangi jumlah tentara untuk misi di Liberia menjadi 3.000 atau berkurang 1.000 dari rencana awal.
Herve Ladsous, kepala pasukan penjaga perdamaian PBB, mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB agar memperpanjang misi mereka yang beranggotakan 7.000 tentara di Liberia, di mana Ebola telah menewaskan lebih dari 2.800 orang.
Sementara itu, pemerintah Mali mengatakan sedang memantau belasan orang setelah seorang perawat yang terjangkit virus Ebola meninggal hari Selasa.
Kementerian kesehatan Mali hari Rabu mengatakan perawat itu bekerja disebuah klinik di Bamako, ibukota Mali. Dramane Maiga, Direktur Pasteur Institute, hari Rabu mengatakan kepada VOA petugas itu meninggal setelah merawat seorang pasien terkena Ebola dari Guinea yang meninggal sehari sebelumnya. Ini berarti tiga orang telah meninggal akibat Ebola di Mali. Sebelumnya korban pertama adalah anak perempuan berusia dua tahun yang meninggal bulan lalu.
Mali berbatasan dengan Guinea, tempat wabah Ebola merebak pertama kali tahun lalu. Virus itu telah menewaskan sekitar 5.000 orang. Saat ini sudah beberapa negara yang terkena wabah Ebola. Negara yang terkena wabah Ebola terbanyak seperti Afrika Barat, Guinea, Liberia, Sierra Leone, dan Mali.
Selain itu sejumlah penerbangan telah menutup penerbangan rute ke Guinea, Liberia dan Sierra Leone, negara-negara yang paling parah terkena wabah mematikan Eboa, yang masih belum ditemukan obatnya.
Kamerun telah menutup perbatasan darat, laut dan udara dengan Nigeria dalam upaya untuk mencegah menyebarnya Ebola.
Sekilas sejarah Ebola
Penyakit itu pertama kali terjadi di Zaire, yang sekarang bernama Republik Demokratik Kongo.
Tim peneliti internasional yang ditugaskan untuk menyelidiki wabah pada tahun 1976 itu terkejut dengan dampak penyakit yang misterius ini. Dr. Peter Piot, peneliti pertama yang meneliti virus itu, mengingat dalam buku memoarnya berjudul "No Time To Lose: A Life in Pursuit of Deadly Viruses." (W. W. Norton & Company, 2012).
Para peneliti telah mendapatkan sample darah yang dikirim dari Afrika. Di bawah mikroskop di laboratorium Belgia, virus itu terlihat sepeti cacing atau tali panjang.
Dan ketika tim sampai di tanah Zaire, mereka melihat bagaimana virus itu menyebar dengan cepat dan bagaimana korban terbunuh dengan cepat. Mereka tahu bahwa mereka harus menemukan pola bagaimana virus misterius baru ini ditularkan, apa yang terjadi dalam tubuh, dan bagaimana bisa menghentikannya.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | |
Editor | : | Puri |
KOMENTAR