Perusahaan minyak Royal Dutch Shell sepakat membayar uang ganti rugi sebesar US$84 juta yang setara dengan Rp1,06 triliun kepada sebuah komunitas di Nigeria akibat insiden penumpahan minyak pada 2008 dan 2009 lalu.
Tim pengacara komunitas Bodo yang terdiri dari sedikitnya 15.600 nelayan mengatakan klien mereka akan masing-masing menerima US$3.300 (Rp41,7 juta).
Kemudian, dana sebesar US$30 juta (Rp380 miliar) akan disalurkan kepada komunitas tersebut guna menangani dampak tumpahan minyak pada 2008 dan 2009. Dua insiden penumpahan itu dilaporkan telah mempengaruhi ribuan hektare hutan mangrove di bagian selatan Nigeria.
"Sejak awal, kami telah menerima tanggung jawab dari dua tumpahan minyak di Bodo yang sangat disayangkan," kata Mutiu Sunmonu, direktur pelaksana SPDC, perusahaan yang berada di bawah naungan Royal Dutch Shell.
Perusahaan tersebut mengatakan upaya ganti rugi sejatinya telah diprakarsai sejak beberapa waktu lalu. Namun, usaha itu terhambat oleh perpecahan di dalam komunitas Bodo.
Meski demikian, perusahaan tersebut berkeras bahwa dampak polusi lingkungan yang melebar di wilayah itu disebabkan pencurian minyak dan bisnis pemurnian minyak yang illegal.
Dua insiden tumpahan minyak berasal dari pipa yang sama pada jaringan Trans Niger yang dioperasikan Shell. Pipa itu mengalirkan 18.000 barel minyak per hari dari ladang ke terminal ekspor di bagian pesisir.
Ganti rugi
Kantor pengacara Leigh Day, yang mewakili komunitas Bodo, menyatakan pembayaran ganti rugi atas insiden penumpahan minyak ialah yang pertama terjadi di Nigeria.
Leigh Day juga mengatakan Shell telah sepakat untuk membersihkan sungai-sungai yang terdampak tumpahan minyak dalam beberapa bulan mendatang.
Laporan lembaga Amnesty International menjabarkan bagaimana tumpahan minyak di Bodo telah menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat. Sejumlah warga dilaporkan mengalami sakit kepala dan problem pada mata mereka sebagai korelasi langsung dari tumpahan minyak.
Ekonomi kecil dan menengah pun turut terdampak. Sebab, harga-harga ikan, yang merupakan menu utama dalam makanan sehari-hari warga, berlipat sepuluh kali. Kajian PBB menyebutkan sumber air minum ikut terkontaminasi.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR