Para pelaut di samudra luas terkadang melihat cahaya kebiru-biruan yang kelihatannya melesat dari ujung tiang kapal pada malam hari. Cahaya itu tidak panas dan tidak akan membakar apa pun yang ada di kapal. Para pelaut biasanya menganggapnya sebagai pertanda baik dan menyebutnya sebagai api Santo Elmo.
Ilmuwan ahli atmosfer Steve Ackerman di Universitas Wisconsin-Madison di Amerika Serikat memang sudah terpesona oleh api Santo Elmo sejak kakak lelakinya melihatnya. Kakak lelaki Ackerman tengah mengerjakan pipa tembaga di ruang bawah tanah ketika cuaca sedang buruk.
“Hujan badai melanda area itu, dan pada satu ketika ada cahaya biru di pipa-pipa itu,” kata Ackerman. "Sejak itulah saya mulai mencari apa penyebabnya."
Awan petir menciptakan medan listrik yang kuat, karena ada perbedaan besar antara muatan listrik di awan dan di darat, yang kadang-kadang bisa kita rasakan sebagai statis. Medan ini dapat menjadi makin intensif dengan adanya benda runcing, seperti pipa besi atau tiang kapal.
Jika medan listrik ini menjadi cukup kuat, maka medan ini dapat memecahkan molekul udara menjadi partikel-partikel bermuatan listrik. Gas menjadi "plasma" dan mengeluarkan cahaya berkilau.
Kilauan plasma yang sama dapat dibuat di laboratorium menggunakan benda tajam atau runcing untuk mengintensifkan medan listrik. Meskipun demikian, Ackerman masih ingin melihat api Santo Elmo yang muncul secara alamiah. "Saya masih belum melihatnya dengan mata sendiri, saya masih akan mencarinya."
Seperti halnya api Santo Elmo, Will-o\'-the-wisp merupakan cahaya remang-remang yang keberadaannya sudah dilaporkan sejak berabad-abad lalu. Tetapi tidak seperti api Santo Elmo, dalam waktu belakangan ini makin sedikit orang yang melaporkan melihatnya.
Seperti Anda mungkin sudah duga dari fenomena yang namanya berarti sesuatu hal yang sukar dipahami ini, Will-o\'-the-wisp tidak pernah diciptakan di laboratorium. Luigi Garlaschelli dari Universitas Pavia di Italia, yang dikenal karena menciptakan kembali kain kafan Torino dengan beberapa tipu muslihat laboratorium, ingin mempelajari will-o\'-the-wisp yang ada di alam. Tetapi tidak jelas apakah memang ada yang harus dipelajari.!break!
"Risikonya adalah bahwa kita mencari sesuatu yang tidak pernah ada," kata Garlaschelli.
"Kita harus mempercayai atau berharap bahwa semua will-o\'-the wisps yang dilihat memang merupakan fenomena yang nyata."
Jika will-o\'-the-wisp memang merupakan proses alamiah, maka ada sejumlah penjelasan yang dapat diuji Garlaschelli. Sebagai contoh, hubungan dengan daerah rawa mengisyaratkan cahaya itu berasal dari gas rawa yang terbakar, yang pada dasarnya merupakan metana. Tetapi tidaklah jelas apa yang membakar gas tersebut.
Alternatifnya, bisa saja laporan-laporan itu bersifat fiktif; bahwa cahaya itu hanya merupakan imajinasi atau halusinasi; atau cahaya itu merupakan refleksi bulan atau cahaya lain yang disalahinterpretasikan oleh pengamatnya.
"Anda bisa saja berdiri di sana di tengah-tengah bola cahaya," kata Friedemann Freund dari SETI Institute milik NASA di Mountain View, California, Amerika Serikat.
"Mungkin rambut Anda terkena listrik, mungkin Anda memiliki halo seperti seorang suci. Tetapi cahaya itu tidak membakar apa pun. Anda mungkin merasa sedikit ganjil, tetapi Anda tidak akan celaka."
Seperti itulah rasanya berada di tengah-tengah cahaya gempa bumi. Cahaya itu bisa keluar dalam berbagai bentuk, wujud dan warna. Cahaya gempa bumi koseismik, yang terjadi pada saat gempa bumi, merupakan ledakan cahaya yang keluar dari tanah di ruang sebesar beberapa kilometer.
Cahaya ini naik sampai ketinggian 200-300 meter menuju langit malam dalam waktu sepersekian detik, satu disusul yang lainnya. Dalam beberapa tahun belakangan ini, dengan melimpah ruahnya kamera keamanan, didapatkanlah video-video indah cahaya gempa bumi.
"Sejumlah rekaman terbaik ada di Peru," kata Freund.
"Seorang teman di universitas setempat mendapatkan video gempa bumi berkekuatan delapan skala Richter mengguncang selatan Lima. Gelombang guncangan berlomba menerjang, dan ketika gelombang berikutnya datang, ada ledakan."!break!
Walau sering kali dianggap sebagai mitos saja, bola petir ternyata benar ada.
Tiba-tiba saja bola dari petir yang besarnya sekitar lima meter muncul di hadapan mereka. Bola itu memancarkan sinar putih lalu merah sebelum menghilang.
Ini merupakan pertama kalinya petir bola dipelajari.
Para peneliti mencatat spektrum cahaya yang dikeluarkan bola itu, dan kemudian menganalisisnya untuk mengetahui terbuat dari apakah petir istimewa itu.
Ternyata petir itu berasal dari bumi: yaitu dari tanah. Ketika sambaran petir dari awan ke darat menyerang daratan, sambaran itu dapat menguapkan sejumlah mineral tertentu dalam tanah.
Sejumlah mineral ini mengandung senyawa silikon, dan dalam kondisi yang ekstrem, mereka mengalami reaksi kimia sehingga membentuk filamen silicon. Filamen ini sangat bersifat reaktif, dan terbakar dengan adanya oksigen di udara sehingga menciptakan pijaran warna oranye yang diukur para peneliti.
Sesaat terakhir sebelum matahari tenggelam, cahayanya dapat berubah menjadi hijau terang. Tetapi bukan berarti matahari berubah warnanya: kilatan ini disebabkan fatamorgana.
Atmosfir memecah belah sinar putih matahari menjadi berbagai warna berbeda, seperti prisma: warnanya berlekuk lebih banyak merah daripada jingga, dan lebih banyak daripada kuning, dan seterusnya.
Karena warna merah paling mengalami efek lekukan itu, warna ini kelihatannya masuk melampaui horizon terlebih dahulu, disusul oleh jingga, kuning dan hijau.
Warna yang melampaui hijau –biru, indigo dan ungu– disebarkan dengan kuat oleh gas di atmosfer. Itulah sebabnya langit terlihat biru.
Namun, sebagai akibatnya, cahaya berwarna terakhir yang dapat terlihat saat matahari jatuh ke bawah horizon adalah hijau. Biasanya efek ini terjadi sangat sedikit. Untuk membuat sinar hijau terakhir itu terlihat mata, harus ada juga fatamorgana yang membuat matahari tampak lebih besar daripada biasanya.
Ada juga fatamorgana yang dapat membuat matahari seolah-olah bergerak dalam gelombang berkilau, dan hampir tampak sebagai cairan saat melewati garis horizon. Garis horizon di lautan sering kali memproduksi fatamorgana terbaik untuk melihat kilatan hijau.!break!
Dengan meletakkan kamera di atas Gedung Empire State di New York, AS, pada tahun 1935, Karl McEachron dari General Electric Company merekam sesuatu yang aneh.
Petir menyambar bukan dari awan ke tanah, tapi melompat ke atas dari gedung-gedung ke awan badai.
Para ahli meteorologi kini mengetahui bahwa sekitar satu dari seribu petir memang menyambar ke atas. tetapi meskipun adanya riset selama berdasawarsa-dasawarsa, mekanisme pasti yang menyebabkan hal ini masih merupakan tanda tanya.
Fotografer khusus badai Tom Warner kini melakukan penelitian bagaimana terjadinya petir yang menyambar ke atas, di South Dakota School of Mines and Technology di Rapid City, AS. Ia dan para peneliti lainnya sudah menunjukkan bahwa ada dua bentuk berbeda dari petir yang menyambar ke atas.
Keduanya memerlukan struktur yang tinggi seperti gedung pencakar langit atau turbin angin untuk memungkinkan hal ini terjadi. Jenis yang pertama memerlukan adanya sambaran petir dari awan ke tanah di daerah sekitar terlebih dahulu.
Gangguan tiba-tiba atas medan listrik menyebabkan adanya apa yang disebut sebagai "lightning leader", atau saluran muatan positif atau negatif, untuk naik ke arah awan badai dengan muatan yang berlawanan.
Jenis yang kedua tidak memerlukan sambaran petir di daerah sekitar, dan dapat menyambar ke atas secara spontan. Warner telah mempelajari dan memotret peristiwa langka ini sejak ia terpesona pada kilatan petir ke atas pada tahun 2004. Untuk mendapatkan data dan fotonya, ia telah mengemudikan pesawat lapis baja ke tengah-tengah badai.
"Bisa mengalami badai dari jarak dekat dan bahkan dari dalamnya sangatlah menakjubkan," kata Warner.
"Itu sangat menantang dan memerlukan konsentrasi yang intens. Setiap kali saya terbang melalui hujan badai, saya kembali menyatakan bahwa itu bukanlah tempat untuk pesawat terbang."!break!
Jauh tinggi di atas awan awan petir dan sambaran petir ke tanah, Anda mungkin menemukan tiba-tiba cahaya kemerahan yang membentang beratus-ratus kilometer. Bentuknya sedikit mirip uraian sulur ubur-ubur.
Badai petir besar dapat menghasilkan fenomena ini, yang biasa dikenal sebagai pijaran cahaya peri atau bidadari.
"Pijaran cahaya ini sangat intens," kata Martin Fullekrug dari Universitas Bath di Inggris.
"Badai harus menghasilkan kilatan khusus, dan ini sangat langka. Mungkin hanya satu dari ribuan kilatan yang menghasilkan pijaran cahaya peri."
Kilatan-kilatan ini perlu menghapus banyak elektron dari awan petir.
Arus perlahan dan panjang diperlukan untuk menghasilkan pijaran cahaya peri, dan arus seperti itu dapat terbentuk dalam sistem badai besar yang mencapai 100 kilometer.
Sulitnya memahami kilatan cahaya merah ini membuat fenomena tersebut mendapatkan nama makhluk halus (sprite secara harfiah berarti peri) yang diambil dari karya Shakespeare: A Midsummer Night\'s Dream.
Namun dengan menurunnya harga kamera yang cukup baik, pijaran cahaya peri makin sering tertangkap lensa kamera. Kamera CCTV biasa pun asal memiliki kemampuan merekam di malam hari (night vision) dengan baik dapat memotret gambar berkualitas rendah. Para pengamat meteor amatir juga mengumpulkan banyak data mengenai pijaran cahaya peri.
"Anda bisa mendapatkan gambar pijaran cahaya peri berkualitas rendah dengan menggunakan kamera yang harganya beberapa ratus poundsterling saja," kata Fullekrug.
"Dengan sedikit bimbingan, siapa pun dapat melakukannya."!break!
Istilah ELVES merupakan akronim yang ganjil yang dipilih untuk melengkapi ‘saudaranya’ si cahaya pijar peri. ELVES merupakan singkatan dari "Emissions of Light and Very low frequency perturbations due to Electromagnetic pulse Sources" (emisi cahaya dan gangguan berfrekuensi sangat rendah akibat sumber-sumber pulsa elektromagnetik) tetapi ini merupakan hal "jarang dapat diuraikan ilmuwan kepada Anda", menurut Fullekrug.
Muncul di sekitar 80-100 kilometer di atas tanah, ELVES terlihat berbeda dari pijaran cahaya peri. "ELVES merupakan lingkaran cahaya," kata Fullekrug.
"Kelihatannya seperti kue donat dari angkasa, dengan lubang hitam di tengah-tengahnya dan cahaya ini terbentang sekitar 1.000 kilometeran."
ELVES berlangsung sekejap, hanya kurang dari satu milidetik. Kondisi berbadai diperlukan untuk melahirkan ELVES, termasuk jenis tertentu kilat, dengan kenaikan arus yang sangat tinggi.
Tidak seperti pijaran cahaya sprite, untuk melahirkan ELVES, pelepasan yang ada harus sangat tajam, sehingga kedua hal ini jarang sekali terjadi pada satu saat yang sama. ELVES terjadi lebih sering daripada cahaya peri, dengan sekitar 1 dari 100 kilatan petir memproduksi satu ELVES.
Badai kecil dan besar sama mungkinnya untuk menghasilkannya, karena arus yang sangat cepat bisa terjadi dalam badai apa pun. ELVES terutama berwarna putih karena begitu intens. "Kilatan cahaya ini sangat sangat cepat," kata Fullekrug.
"Sangat sulit melihat ELVES dengan mata telanjang. Saya sendiri belum pernah melihatnya, meskipun saya sudah mencarinya beberapa waktu."
"Semburan biru merupakan misteri," kata Fullekrug.
Masalah pertama adalah mereka tidak berwarna biru. Fenomena atmosfer biru sulit untuk dipelajari dari darat karena atmosfir sangat pandai dalam menyebarkan warna biru. Semburan itu juga sangat sempit dan jarang terjadi.
"Kami tidak tahu kondisi ideal seperti apa untuk membentuk semburan biru," kata Fullekrug.
"Salah satu ide adalah ketika badai menjadi sangat tinggi, mereka menusuk lapisan tipis atmosfir di atas." Badai memiliki udara bergerak ke atas yang dapat mendorong sampai ke atas ketinggian normal.!break!
"Jika hal ini terjadi maka semburan biru bisa dilahirkan, tetapi kita tidak yakin sepenuhnya."
Namun para peneliti mengetahui pasti adanya fenomena lain yang disebut semburan raksasa, yang kelihatannya merupakan hibrida antara semburan biru dan cahaya pijaran cahaya peri.
Semburan ini lebih lebar, berbentuk cahaya segitiga dan mudah dilihat. Semburan ini berlangsung sekitar 10-100 milidetik, jadi secara relatif lebih lambat dibandingkan peristiwa badai lainnya.
"Ada contoh hebat mengenai semburan raksasa yang terjadi di pesisir Afrika," kata Fullekrug.
"Tetapi semburan raksasa sangat jarang. Mungkin hanya satu dalam sepuluh atau satu dalam seratus sprite akan bergabung dengan semburan biru untuk menciptakan semburan raksasa."
Aurora hijau, biru dan merah, berputar-putar di atas dua kutub Bumi, merupakan peristiwa yang dapat terlihat dari ribuan kilometer. Ketika angin surya –partikel bermuatan dari matahari yang berpapasan dengan planet kita– bertemu dengan medan magnet bumi, kedua hal ini berinteraksi. Partikel dari matahari bergeser di sepanjang kontur medan magnet menuju kedua kutub.
Ketika mencapai atmosfer atas, mereka berinteraksi dengan gas. Partikel-partikel itu dapat memberi molekul udara cukup energi untuk melepaskan elektron, yang membuat mereka bercahaya dalam berbagai warna.
"Aurora memiliki banyak bentuk dan struktur, tergantung pada apa yang dilakukan magnetosfer," kata Charles Swenson dari Utah State University di Logan, AS.
"Ada busur, gelombang ke barat, berbintik-bintik, semua nama untuk berbagai bentuk yang berbeda yang dapat dilihat. Anda dapat membayangkannya seperti seprai berkepak-kepak di angin, dan sekali-sekali menjadi sangat kacau dan itulah saat terjadinya peristiwa dramatis."
Bumi bukanlah satu-satunya planet yang memiliki aurora.
"Yang kita perlukan hanya angin surya berembus melalui planet yang memiliki gas dan medan magnet," kata Swenson.
Jupiter dan Saturnus juga memiliki aurora yang unik karena gas di atmosfer mereka sangat berbeda. Aurora juga memiliki komponen yang tidak terlihat yang menjadi subjek penelitian Swenson. Partikel bermuatan dari angin surya menyebabkan arus listrik di aurora, yang sulit dipelajari dari tanah.
Di awal tahun 2015, Swenson meluncurkan roket ke aurora untuk mengukur elemen-elemen yang tidak kasatmata ini.
"Pertanyaannya adalah, apakah bagian yang tidak kasat mata dari aurora menari-nari dan bergerak secepat bagian yang bisa dilihat mata?" katanya.
"Ini masih sangat awal sekali, tetapi kami pikir jawabannya adalah ya."
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR