Bagi para penikmat kopi, tentunya sudah tak asing dengan cara penyajian kalista. Sebuah bejana kaca transparan, mirip dengan jam pasir. Di bibir atas bejana, terdapat lekukan tempat menuang air. Sementara bagian tengah bejana menyempit membentuk pinggang yang ramping. Bagian pinggang itu, dilapisi dengan pegangan dari bahan plastik.
Saya serasa berada dalam ruang laboratorium kimia ketika alat itu digunakan Erwin Prasetya, pemilik kedai kopi Asli Reje Bukit, ARB. Dia menempatkan wadah lain berbentuk kerucut terbalik dengan pinggiran yang diikat dengan kawat untuk pegangan. Di dalam kerucut itu, Erwin menempatkan kertas saring yang juga lancip dengan lekukan-lekukan yang rapi dibagian luarnya.
Erwin menyilakan saya memilih sendiri bubuk kopi mana yang akan diseduh. Dia menerangkan, ada dua jenis bubuk. Bubuk kopi, kata Erwin, dibedakan dari cara biji kopi itu diroasting. Proses roasting, merupakan proses sangrai biji kopi kering menjadi biji kopi yang siap ditumbuk halus.
Saya mencium aroma tajam di salah satu pilihan yang dia suguhkan. “Aroma harum kopi berasal dari proses roasting yang cukup lama. Bubuk ini diroasting hingga warna biji berubah dari cokelat menjadi agak kehitaman,” katanya.
Satu jenis lagi, Erwin menyodorkan bubuk berbeda. Berwarna cokelat lebih muda dari bubuk sebelumnya. Saya mencium bubuk itu agak dalam, tapi saya tidak menemukan aroma seperti aroma bubuk kopi sebelumnya. Pilihan saya jatuh pada bubuk ini.
Seorang pelanggan lain justru memilih bubuk kopi dengan aroma yang lebih tajam dan warna yang lebih gelap. Erwin tersenyum, dia mengatakan pilihan saya tepat.!break!
Bubuk kopi beraroma tajam dan warna lebih gelap, disangrai dengan waktu cukup lama sehingga warnanya kehitaman dan aroma kopinya benar-benar menguar. Tapi, lanjutnya, justru kopi yang baik untuk tubuh adalah kopi yang disangrai hingga bewarna cokelat atau cokelat kehitaman saja.
Erwin menjelaskan proses itu sementara tangannya menuang bubuk ke dalam wadah kalista. Dia menyiapkan bejana lain untuk air hangat. Moncong bejana meliuk seperti leher angsa yang halus. Ia lantas menuang air mengelilingi bubuk kopi di dalam kalista. Berhenti sejenak menunggu airnya menyerap, lalu menuang lagi. Demikian berulang-ulang.
“Air ndak harus mendidih. Air mendidih justru merusak cita rasa kopi,” katanya.
Malam itu, empat seloki kalista sudah tenggelam dalam lambung saya. Tak ada rasa kembung seperti yang dikhawatirkan banyak orang. Erwin dan beberapa pengunjung lain akhirya asik ngobrol tentang kopi. Beberapa diantaranya harus pamit karena didera rasa kantuk.
Kopi, kata Erwin, mestinya tidak membuat mata terus melotot kalau proses pengolahan dan penyajiannya tepat. Kafein yang dikandung kopi, akan membuat tak bisa tidur kalau dikonsumsi berlebihan. Biasanya, kandungan kafein tinggi dikandung oleh kopi dari jenis robusta.
“Arabika lebih rendah (kafein). Jadi tak perlu khawatir tak bisa tidur,” imbuhnya.
Saya benar-benar menikmati hawa dingin di dataran tinggi itu. Apa lagi ada banyak kenalan baru yang senang berbagi.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR