Dalam upaya mendukung komitmen pemerintah untuk melindungi dan memulihkan kawasan hutan yang terancam atau rusak akibat kebakaran hutan dan lahan gambut, Greenpeace Indonesia meluncurkan platform peta daring bernama ‘Kepo Hutan’. Lewat peta digital ini, masyarakat dapat memantau kebakaran lahan dan deforestasi yang terjadi di Indonesia.
Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya mengatakan, “Peta ‘Kepo Hutan’ adalah sebuah peta yang memberi keleluasaan bagi masyarakat luas untuk melihat infomasi terperinci konsesi perusahaan dan bagaimana keterkaitannya terhadap lahan gambut, titik-titik api, dan peringatan deforestasi.”
Peta daring ‘Kepo Hutan’ dilengkapi dengan 14 lapisan—yang dapat diatur sendiri oleh pengguna. Setiap lapisan memiliki warna masing-masing, yang ketika diaktifkan akan nampak di peta.
Ke-14 lapisan tersebut meliputi:
“Platform peta baru ini akan mengungkap banyak hal tentang tata kelola hutan Indonesia yang belum sepenuhnya terbuka,” ujar penasihat hukum kebijakan publik Bambang Widjojanto dalam acara peluncuran peta ‘Kepo Hutan’. “Jika saat ini semua orang mendapat akses informasi untuk melihat dari siapa saja hak atas hutan dialihkan, dan kepada siapa hak itu diberikan, peta-peta ini akan mampu mencegah kerugian sumber daya negara yang timbul dari korupsi dalam hal konsesi, dan meningkatkan kepatuhan dalam tata kelola lahan,” imbuh mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini.
Peta interaktif ini dirancang menggunakan teknologi open source dari Global Forest Watch, yang mana menyediakan kumpulan data komprehensif dari perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri dan pengusahaan kayu alam, serta izin pertambangan batubara.!break!
Greenpeace telah mengumpulkan data konsesi dari berbagai sumber, termasuk peta dalam bentuk cetak dan PDF, kemudian didigitalisasi menjadi peta digital yang dapat digunakan dalam analisis geospasial (format shapefile). Menurut Greenpeace, format shapefile sangat dibutuhkan sebagai bahan analisis.
Data kompilasi yang dimiliki oleh Greenpeace juga disandingkan dengan data-data lain yang juga tersedia pada platform, seperti data titik api, jenis tutupan hutan dan kedalaman gambut, deforestasi, serta sebaran habitat orangutan dan harimau.
Menurut Bambang Widjojanto, masyarakat memiliki hak atas informasi geospasial komprehensif dalam format yang paling dibutuhkan, untuk memudahkan analisis dan pemantauan.
“Tidak perlu seseorang masuk dalam proses hukum dan menunggu hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lamanya hanya untuk mendapat akses data,” ujarnya Bambang. “Pemerintah yang terbuka seharusnya menyediakan akses yang transparan untuk seluruh data, semua orang, kapan pun.”
Peta \'Kepo Hutan\' dapat diakses di sini.
Penulis | : | |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR