Penyakit ketinggian hampir selalu mengancam para pendaki Gunung Everest. Lengah sedikit, penyakit yang bisa menyerang mulai dari ketinggian 2.440 meter bisa merenggut nyawa.
Namun, lain cerita dengan orang-orang Sherpa, orang-orang yang selama ini telah terkenal keahliannya sebagai pemandu dan porter bagi para pendaki Himalaya.
Masyarakat adat dari Nepal itu mampu bertahan dan tinggal di dataran tinggi Himalaya dengan tingkat kematian akibat penyakit ketinggian yang rendah. Apa rahasia mereka?
Menurut studi yang dipublikasikan di jurnal F1000Research, orang-orang Sherpa terlindungi dari penyakit ketinggian karena tubuhnya telah beradaptasi, mulai dari tingkat fisiologis hingga sel.
Menurut riset yang dipublikasikan di British Medical Journal, kematian Sherpa lebih banyak disebabkan ketidaksengajaan, seperti longsoran salju, tertimpa es, dan batu.
Pada tingkat sel, mitokondria pada orang-orang Sherpa berbeda dari manusia umumnya. Bagian sel yang berfungsi untuk mengubah oksigen menjadi tenaga itu bekerja lebih efisien pada orang-orang Sherpa.
Sementara pada tingkat fisiologi dan sirkulasi, orang-orang Sherpa mengembangkan proses mikrosirkulasi tubuh yang lebih baik dibandingkan yang lain.
Mikrosirkulasi atau peredaran darah dari pembuluh besar ke pembuluh kapiler pada orang-orang Sherpa sangat terkontrol sehingga mampu memastikan setiap organ menerima oksigen dalam jumlah cukup.
Terkait pendakian, peneliti mencatat potensi orang Sherpa meninggal akibat terkena penyakit ketinggian lebih minim karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan rute dan mempersiapkan diri.
Belum ada alasan jelas mengapa pengaruh ketinggian terhadap seseorang bisa berbeda-beda. Aklimatisasi sering disebut sebagai langkah penting yang harus dilakukan untuk menurunkan risiko terkena penyakit ketinggian.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR