Mamalia darat tercepat di dunia, citah, berada di ambang kepunahan. Hasil sensus terbaru menunjukkan bahwa kucing besar yang populasinya tinggal sedikit di alam liar, akan menurun hingga 53 persen dalam 15 tahun ke depan.
Saat ini, hanya tersisa 7.100 citah di alam liar, demikian menurut studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. Jumlah tersebut menurun drastis dari 14.000 individu di tahun 1975, ketika para peneliti membuat perhitungan komprehensif terakhir dari hewan di seluruh benua Afrika.
“Ini benar-benar berbahaya, karena populasi citah menurun secara aktif, dan kita semua harus bertindak mengatasinya,” kata Luke Hunter, presiden Panthera, organisasi konservasi kucing liar global.
Selain itu, citah juga telah tersingkirkan dari hampir 91 persen wilayah yang seharusnya menjadi habitat mereka. Dulu, kucing besar tersebut bisa ditemukan hampir di seluruh Afrika dan sebagian besar Asia, namun kini hewan malang itu hanya bisa ditemukan terbatas di enam negara Afrika: Angola, Namibia, Zimbabwe, Botswana, Afrika Selatan, dan Mozambik. Spesies ini hampir punah di Asia, dan hanya ada kurang dari 50 individu yang tersisa di area terisolasi di Iran.
Berdasarkan hasil ini, penulis studi menyerukan agar status konservasi citah di daftar merah IUCN diubah dari “rentan” menjadi “terancam punah”.
“Ketika mengalami penurunan secepat ini, maka kepunahan karnivora besar ini menjadi kemungkinan yang nyata,” tambah Hunter.
Ancaman ganda
Seperti yang sudah dapat diduga, manusia mungkin menjadi penyebab utama mengapa citah berada dalam bahaya. Seperti karnivora besar lainnya, citah telah kehilangan sebagian besar habitatnya karena konversi hutan menjadi lahan agrikultur atau peternakan. Manusia juga kerap membunuh citah jika mereka menganggap hewan tersebut sebagai ancaman terhadap ternak mereka, meskipun citah sebenarnya jarang memangsa hewan peliharaan.
Citah juga terancam oleh perburuan liar yang bertujuan untuk mendapatkan kulit, taring dan bagian tubuh mereka yang lain. Selain itu, hewan-hewan yang menjadi mangsa mereka seperti rusa, impala, antelop dan babi hutan juga diburu habis-habisan oleh manusia.
“Citah menghadapi ancaman ganda: mereka dibunuh langsung, dan mangsa mereka di area sabana juga dibunuh, sehingga mereka tak punya apa-apa untuk bertahan hidup,” ujar Hunter.
Ancaman lainnya termasuk tingginya permintaan atas citah sebagai hewan peliharaan, terutama di Timur Tengah, yang mengakibatkan perdagangan ilegal anak-anak citah dari Afrika Utara kian marak.
Percepatan konservasi
“Beberapa citah telah hidup di kawasan lindung seperti taman nasional, yang lebih aman, mudah diakses, dan ancaman terhadap hewan berkurang,” kata Sarah Durant dari Zoological Society of London.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR