Inilah prestasi puncaknya, dia pernah menjabat gubernur jenderal sementara selama dua periode. Pertama, pada periode 2 September – 19 Oktober 1861, saat Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Mortanges lengser dan menanti peggantinya yang didatangkan dari Belanda, Ludolph Anne Jan Wilt baron Sloet van de Beele. Kedua, pada periode 25 Oktober – 28 Desember 1866, saat Gubernur Jenderal Sloet van den Belle lengser dan menanti penggantinya Pieter Mijer yang juga didatangkan dari Belanda.
Selepas Prins menjabat sebagai gubernur jenderal sementara pada peridoe pertama, Marie Anne Pietermaat, istri Prins, wafat di Semarang pada 17 Juli 1864. Dari perkawinannya yang pertama lahir empat orang putra dan tiga orang putri. Kira-kira dua tahun kemudian, Prins menikah lagi dengan Anna Catharina van der Leeuw pada 10 Maret 1866 di Buitenzorg. Anna merupakan putri pasangan Adrianus van der Leeuw, pengusaha perkebunan kopi di Jawa, dan Cornelia Langewagen. Prins memiliki seorang putri dari pernikahannya yang kedua.
Selama menjabat sebagai gubernur jenderal sementara untuk kedua kalinya, Prins membuat pertama kalinya anggaran belanja Hindia Belanda ditetapkan melalui undang-undang. Prins juga mereorganisasi kementerian administrasi umum, dan mengesahkan peraturan umum pertama untuk jawatan kereta api di Hindia Belanda. Prins membuat peraturan tersebut, namun dia tak menyaksikan pertama kalinya roda-roda kereta api menggelinding di Jawa pada 10 Agustus 1867. Sayang, dia tidak menikmati peradaban kereta api yang mengubah wajah Jawa. Namun, setidaknya, pada Desember 1866, ketika kesehatan Prins mulai memburuk, sambungan telegraf antara Sumatra dan Jawa telah rampung.
Kenapa Prins tidak kunjung diangkat sebagai gubernur jenderal? Padahal, Prins mungkin lebih memahami persoalan di Hindia Belanda daripada pejabat yang baru datang dari Belanda.
“Kerajaan membenci kaum liberal,” ujar Lilie memberi alasan. Kendati Prins berada di Batavia, “dia terlibat dalam kegiatan gerakan Revolusi Mei 1848 yang bergejolak di Belanda.”
Prins merupakan anggota komisi redaksi yang menghasilkan keputusan rapat umum yang diselenggarakan di Batavia pada 22 Mei 1848. Hasil keputusan mereka dikirimkan kepada Raja. Belakangan, Prins dituduh turut terlibat dalam pergolakan politik di Belanda pada Mei 1848. Kelak beberapa tahun kemudian, tuduhan ini menghalangi langkahnya untuk duduk di kursi gubernur jenderal. Karier memang mengajak Prins untuk berada di pusaran politik. Apakah ini sebuah tuduhan berdasar fakta atau kabar dusta?
“Kerajaan membenci kaum liberal,” ujar Lilie memberi alasan. Kendati Prins berada di Batavia, “dia terlibat dalam kegiatan gerakan Revolusi Mei 1848 yang bergejolak di Belanda.”
Menurut asumsi Lilie, pertemuan rapat di Batavia itu terkait dengan keterlibatannya dalam pemberontakan 1848. “Dia termasuk yang liberal,” ungkap Lilie. Sang rajalah yang memutuskan siapa orang yang tepat untuk jabatan gubernur jenderal. Dalam hal ini, ujarnya, Raja tidak menyukai liberalisme karena pemikiran itu akan mengikis kekuasaannya. “Itu ancaman bagi raja.”
Lilie mengibaratkan nasib Prins layaknya Deandels. “Kenapa Daendels tidak dipuja-puja di Belanda?” ujarnya sembari beretorika. “Pada Revolusi Prancis, Daendels termasuk yang mengudeta. Siapa yang dikudeta? Rajanya, yang lari ke Inggris.” Sebaliknya, siapa pun yang berpihak kepada raja akan dianggap memiliki keloyalan sehingga cenderung mendapatkan kesempatan jabatan.
Setelah Prins menyerahkan jabatannya sebagai gubernur jenderal sementara, kondisi kesehatannya kian memburuk. Sejak 10 Desember 1866, anggota tertua Dewan Hindia Belanda harus bertanggung jawab dengan kebijakan urusan harian mereka. Sekitar satu setengah bulan kemudian dia wafat di Batavia.
Prins wafat di Batavia. Mengapa dia dimakamkan di permakaman di kebun botani—rerimbunan rumpun bambu samping kediaman gubernur jenderal?
Pada masa akhir hidupnya, Ary Prins lebih banyak bekerja di kantor kegubernuran Hindia-Belanda di Bogor. Tampaknya, ungkap Lilie, atas alasan itulah jenazahnya juga disemayamkan di permakaman para pejabat Belanda di kebun botani tertua seantero Asia Tenggara itu.
“Itu adalah tempat yang sangat bergengsi pada waktu itu,” kata Lilie. “Apalagi Ary Prins semasa hidupnya sebanyak dua kali menjadi pejabat gubernur—sebuah jabatan yang sangat presticius.”
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR