Nationalgeographic.co.id - Perbincangan tentang boneka yang dirasuki arwah santer di kalangan publik dewasa ini. Dalam rekaman di sosial media, ada yang percaya bahwa boneka yang dirasuki itu bisa menunjukkan aktivitasnya seperti minum soda lewat sedotan—yang sebenarnya dapat dipecahkan misterinya lewat fisika sederhana, bukan sihir.
Ini mengingatkan kita pada franchise film seram Hollywood Annabelle atau Child's Play yang pernah membanjiri sinema kita. Akibatnya, tak sedikit orang yang memiliki ketakutan terhadap boneka yang disebut pediophobia.
Padahal, boneka telah menjadi bagian dari manusia selama ribuan tahun dengan bentuk mini, sebagai proyeksi terhadap apa pun yang diinginkannya.
Baca Juga: Sigale-gale, Boneka Kayu Asal Sumatera Utara Yang Penuh Mistis
Buktinya, dalam koleksi British Museum terdapat boneka kain Mesir kuno yang terbuat dari linen isi papirus. Atau yang lebih tua lagi dengan usia 4.000 tahun, sebuah boneka yang ditemukan dalam penelitian arkeologi di sekitar Laut Mediterania pada 2004.
"Saya pikir ada cukup tradisi menggunakan boneka untuk mencerminkan nilai-nilai budaya dan bagaimana kita melihat anak-anak atau siapa yang kita inginkan," kata Patricia Hogan, associate editor American Journal of Play dan kurator The Strong National Museum of Play di Rochester, New York di Smithsonian Magazine.
Boneka berfungsi membangun konstruksi sosial, misalnya memperkuat norma gender dan perilaku sosial yang terjadi pada abad ke-18 dan 19. Berkat boneka yang saat itu diidentikan sebagai mainan feminim, perempuan berkesempatan untuk belajar menjahit dan merajut.
Hogan menjelaskan, perempuan juga bisa melakukan interaksi sosial dengan boneka, tidak hanya pesta teh klasik, tapi juga kegiatan sosial yang lebih kompleks seperti bagaimana pemakaman dilakukan semestinya.
Baca Juga: Cerita di Balik Jiangshi, Mayat Hidup Melompat dari Tiongkok
Begitu pula yang terjadi pada laki-laki pada abad ke-20, ketika boneka diterima dalam bentuk figur aksi bersamaan dengan perempuan dan Barbie. Seolah, benda mati menyerupai manusia versi kecil ini menjadi guru anak-anak kita untuk memahami tata sosial lewat imajinasi mereka.
Boneka tidak semenyeramkan banyak orang masa kini, karena sebelum abad ke-18 dan 19, terang Hogan, boneka tidak cukup nyata untuk mengancam manusia. Akan tetapi ketika mulai terlihat manusiawi, boneka justru dianggap luar biasa menyeramkan secara psikologi.
"Produsen boneka menemukan cara memanipulasi bahan dengan lebih baik untuk membuat boneka terlihat lebih hidup atau mengembangkan mekanisme yang membuatnya tampak berperilaku seperti manusia," lanjutnya.
Dia menunjuk salah satu bukti inovasi industri boneka dengan kehadiran 'mata tidur' yang muncul awal 1900-an, ketika boneka bisa menutup matanya ketika diletakkan horizontal, dan bentuknya sudah menyerupai anak-anak asli. Produsen mendesain boneka agar bisa menjadi 'teman bicara' dengan ekspresi tertentu, dan tubuh mereka memiliki lekuk sesuai postur tertentu seperti duduk di kursi atau tangannya yang bisa memegang barang.
Baca Juga: Panduan Usir Hantu Ditemukan di Tablet Babilonia Berusia 3.500 Tahun
"Saya pikir di situlah kegilsahan datang soal boneka, mereka terlihat seperti manusia dan dalam beberapa hal bergerak seperti manusia dan semakin meyakinkan mereka terlihat atau bergerak atau terlihat seperti manusia, kita menjadi semakin tidak nyaman," ujarnya.
Boneka berhantu kemudian populer dinarasikan, bahkan dijual secara bebas di pasar dengan klaim ada arwah di dalamnya. Anda bisa memeriksa kata kunci "spirited doll", "boneka berhantu", "boneka berarwah" di aplikasi toko daring di gawai, dan yang menakjubkannya boneka-boneka itu laku.
Kehadirannya diramaikan dengan pemilik boneka berhantu bermain bersamanya di sosial media, sebagaimana yang dijelaskan di paragraf awal artikel ini.
Psikolog Frank McAndrew dari Knox College di Illinois, Amerika Serikat, pada 2013 mengungkap lewat surveinya, mengoleksi boneka adalah salah satu hobi yang menyeramkan. Alasan mengapa boneka dianggap menyeramkan karena benda itu sejatinya menawarkan ketidakpastian.
"Anda mendapatkan pesan yang campur aduk. Jika ada ketakutan, Anda berteriak, Anda lari. Jika ada sesuatu yang menjijikkan, Anda tahu harus apa," jelasnya. "Tapi jika ada sesuatu yang menyeramkan, mungkin berbahaya tetapi tidak yakin akan hal itu, ada ambivalensi."
Kita terbiasa untuk memprediksikan sesuatu sebagai kepastian tindakan. Sementara sesuatu yang mencurigakan, tetapi ada bukti nyata yang mengancam dan tidak ada tindakan seperti ketenangan yang dihasilkan boneka, kita akan menganggapnya menyeramkan. Tubuh kita, kata McAndrew tentang hasil laporannya, berada dalam keadaan 'merinding' dan 'sangat waspada'.
Baca Juga: Efek Pareidolia, Bagaimana Otak Kita Merespon Benda yang Mirip Wajah?
"Ini benar-benar memfokuskan perhatian Anda dan membantu memproses informasi yang relevan untuk membantu Anda memutuskan apakah ada sesuatu yang perlu ditakuti atau tidak," lanjutnya. "Saya benar-benar berpikir kengerian adalah di mana kita merespons dalam situasi di mana kita tidak tahu memiliki cukup informasi untuk merespons, tetapi kita cukup untuk bersikap waspada."
Kecenderungan seperti ini sudah alami bagi diri kita, bahkan dalam sejarah evolusi. Kemampuan ini berfungsi untuk mempertahankan hidup kita dari sesuatu yang bisa jadi mengancam, sehingga kita harus waspada.
Boneka benar-benar membawa kita pada ketidakpastian ini karena tampangnya yang menyerupai manusia. Otak kita dirancang untuk membaca wajah sebagai informasi penting yang berhubungan niat, emosi, dan potensi ancaman dari luar. Fitur yang sama ini membuat kita melihat benda lain juga seperti menampilkan wajah, yang istilah umumnya disebut pareidolia.
"Kita seharusnya tidak usah takut dengan sepotong kecil plastik, tetapi itu mengirimkan sinyal sosial," terang McAndrew.
"Mereka terlihat seperti manusia tapi bukan manusia, jadi kita tidak tahu bagaimana menanggapinya, sama seperti kita tidak tahu bagaimana merespons ketika kita tidak tahu apakah ada bahaya atau tidak, dunia di mana kita mengembangkan cara kita memproses informasi, tidak ada hal-hal seperti boneka."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR