"Artinya bahwa rangkaian bunyi ucapan yang kita gunakan belum tentu tetap stabil sejak kemunculan spesies kita, melainkan keragaman besar bunyi ucapan yang kita temukan saat ini adalah produk dari interaksi kompleks faktor-faktor yang melibatkan perubahan biologis dan evolusi budaya."
Karena mereka berspekulasi labiodental akan susah muncul pada populasi yang memiliki gigi yang sama, seperti manusia paleolitik yang memakan lebih keras, mereka menganalisis pula basis data konsonan dunia.
Baca Juga: Kepintaran Anjing: Ternyata Mereka Bisa Membedakan Bahasa Manusia
Hasilnya pun tepat mereka dapati ketika menganalisis masyarakat pemburu-pengumpul Greenland, Afrika belahan selatan, dan Australia. Ketiga populasi ini didokumentasikan memiliki konfigurasi gigitannya datar antara atas dan bawah. Konsonan labiodentals sedikit yang muncul dalam bahasa di populasi ini, jika pun ada, berkembang dari pengambilan bahasa lain, terang para peneliti.
Andrew Garett, ahli bahasa Indo-Eropa di University of California yang tidak terlibat dalam penelitian berpendapat, "makalah ini menghidupan kembali gagasan yang oleh ahli bahasa mungkin ditinggalkan karena ketakutan alami—berbahaya mendekati gagasan yang dapat ditafsirkan sebagai rasis—yang muncul setiap kali perbedaan anatomis antara populasi diusulkan untuk memainkan peran dalam aspek bahasa atau kognisi apa pun."
Baca Juga: Peneliti Temukan Asal-Usul Tunggal Bahasa Jepang, Korea, dan Turki
"Namun, hari ini, ada bukti jelas bahwa perbedaan anatomis, fisiologis, dan persepsi individu memang memainkan peran dalam perbedaan linguistik," tambahnya.
Namun, tidak semua ilmuwan yakin dengan temuan ini. Peneliti evolusi manusia di Tel Aviv University, Israel Hershkovitz berpendapat, sifat anatomis ini tidak mungkin dapat memengaruhi evolusi bahasa.
Sebab, keausan gigi terjadi secara bertahap dan tidak sepenuhnya memengaruhi dinamika rahang dewasa. Konfigurasi rahang bisa disebabkan banyak faktor di luar keausan gigi saja. Belum lagi, harapan hidup pemburu-pengumpul prasejarah relatif pendek untuk mengalami perubahan itu.
Source | : | Scientific American |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR