Tim kemudian membandingkan data lokasi ini ke citra yang mereka dapatnya berdasarkan kedekatan gempa dengan patahan. Para peneliti menemukan bahwa setidaknya delapan dari gempa tersebut kemungkinan dihasilkan dari aktivitas tektonik atau pergerakan lempeng kerak di sepanjang patahan, bukan dari dampak asteroid atau goncangan di dalam Bulan.
Meskipun instrumen Apollo mencatat gempa terakhir mereka tak lama sebelum instrumen itu pensiun pada tahun 1977, para peneliti memperkirakan bahwa Bulan kemungkinan masih mengalami gempa hingga hari ini.
Para peneliti juga menemukan bahwa enam dari delapan gempa terjadi ketika Bulan berada di atau dekat apogee-nya, titik di orbit Bulan ketika itu paling jauh dari Bumi. Di sinilah tekanan pasang surut tambahan dari gravitasi Bumi menyebabkan puncak total tarikan pada kerak bulan, membuat kemungkinan pergerakan lempeng menjadi lebih mungkin.
Bukti lain bahwa patahan ini aktif berasal dari gambar Bulan yang sangat detail oleh pesawat antariksa Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) NASA. Lunar Reconnaissance Orbiter Camera (LROC) telah memotret lebih dari 3.500 lereng sesar.
Baca Juga: Kelak, Astronaut Akan Bisa Minum Air dari Gunung Berapi Purba di Bulan
Baca Juga: Harapan Perjalanan ke Bulan: Tanaman Bisa Tumbuh di Tanah Bulan
Baca Juga: Air Bumi Telah Dicuri Selama Miliaran Tahun oleh Bulan? Ini Buktinya
Baca Juga: Berencana ke Bulan? Cek Seberapa Sering Bulan Ditumbuk Benda Angkasa
Beberapa gambar juga menunjukkan tanah longsor atau bongkahan batu besar di dasar lembah yang relatif terang hingga lereng lereng sesar atau daerah sekitarnya. Pelapukan dari radiasi matahari dan ruang angkasa secara bertahap menggelapkan material di permukaan Bulan, sehingga area yang lebih terang menunjukkan wilayah yang baru terpapar ke luar angkasa.
Untuk diketahui, Bulan bukan satu-satunya objek langit di tata surya kita yang mengalami penyusutan seiring bertambahnya usia.
Merkurius memiliki patahan yang sangat besar, panjangnya hingga sekitar 1.000 kilometer dan tingginya lebih dari 3 kilometer. Patahan itu secara signifikan lebih besar dibandingkan ukurannya dibandingkan dengan yang ada di Bulan, menunjukkan bahwa ia menyusut jauh lebih banyak daripada Bulan.
"Sungguh luar biasa melihat bagaimana data dari hampir 50 tahun yang lalu dan dari misi LRO telah digabungkan untuk memajukan pemahaman kita tentang Bulan sambil menyarankan ke mana misi masa depan yang bermaksud mempelajari proses interior Bulan harus pergi," kata Ilmuwan Proyek LRO John Keller dari Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland.
Source | : | NASA,Nature Geoscience |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR