Nationalgeographic.co.id - Letusan Vesuvius menewaskan hampir 2.000 orang pada tahun 79 Masehi. Batuan cair gunung berapi, puing-puing yang menghanguskan, dan gas beracun menjadi penyebabnya. Namun, tidak semua orang di kota-kota kuno Romawi itu tewas akibat letusan. Ada juga yang berhasil mengungsi dan selamat. Beberapa kota kuno, seperti Pompeii dan Herculaneum, hancur akibat letusan dahsyat. Ini membuat para pengungsi tidak bisa kembali ke kota-kota yang hancur lebur. Jadi, ke mana perginya para pengungsi letusan Vesuvius yang berhasil selamat?
Mengingat bahwa ini adalah dunia kuno, mereka tidak melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya. Sebagian besar tinggal di sepanjang pantai Italia selatan, bermukim kembali di komunitas Cumae, Naples, Ostia, dan Puteoli. Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi yang diterbitkan musim di jurnal Analecta Romana.
Menyisir catatan sejarah letusan Vesuvius
Menentukan dengan tepat tujuan para pengungsi adalah pekerjaan besar. “Ini disebabkan oleh catatan sejarah tidak jelas dan tersebar,” kata peneliti studi Steven Tuck. Untuk menentukan ke mana orang pergi, ia menyusun beberapa kriteria yang harus dicari saat menyisir catatan sejarah. Catatan sejarah yang digunakan meliputi dokumen, prasasti, artefak, dan infrastruktur kuno.
Misalnya, Tuck membuat database nama keluarga yang berbeda dengan Pompeii dan Herculaneum. Ia kemudian memeriksa apakah nama-nama ini muncul di tempat lain setelah 79 Masehi. Dia juga mencari tanda-tanda budaya Pompeii dan Herculaneum yang unik yang muncul di tempat lain setelah letusan. Misalnya pemujaan religius Vulcanus, dewa api, atau Venus Pompeiana, dewa pelindung Pompeii.
Proyek infrastruktur publik yang bermunculan pada saat yang bersamaan dengan letusan, kemungkinan untuk mengakomodasi masuknya pengungsi secara tiba-tiba. “Ini juga memberikan petunjuk tentang pemukiman kembali,” kata Tuck. Mengapa harus dibangun infrastruktur baru? Ada sekitar 15.000 dan 20.000 orang tinggal di Pompeii dan Herculaneum. Sebagian besar dari mereka selamat dari letusan dahsyat Vesuvius sehingga dibutuhkan bangunan baru untuk menampungnya.
Temuan sisa-sisa di Naples
Salah satu yang selamat, seorang pria bernama Cornelius Fuscus. Ia kemudian meninggal di tempat yang oleh orang Romawi disebut Asia (sekarang Rumania) dalam kampanye militer. "Mereka memasang prasasti untuknya di sana," kata Tuck. Dalam prasasti disebutkan ia berasal dari koloni Pompeii, lalu tinggal di Naples dan kemudian bergabung dengan tentara. Jarak Naples hanya sekitar 26 km dari Pompeii.
“Dalam kasus lain, keluarga Sulpicius dari Pompeii bermukim kembali di Cumae, menurut dokumen sejarah,” Tuck menambahkan.
Di luar tembok Pompeii, arkeolog menemukan sebuah kotak kuat (mirip dengan brankas) yang penuh dengan catatan keuangan. Lokasinya di pinggir jalan, tertutup abu. Jelas sekali, seseorang telah mengambil peti besar ini ketika melarikan diri. Namun kemudian sekitar 1,6 km di luar kota, ia membuangnya.
Dokumen-dokumen dalam kotak kuat ini merinci pinjaman keuangan, hutang, dan kepemilikan real estat selama beberapa dekade. Tampaknya anggota keluarga Sulpicius memilih untuk bermukim di Cumae karena mereka memiliki jaringan sosial bisnis di sana, kata Tuck.
Selama penelitiannya, Tuck juga menemukan bukti pemukiman kembali untuk beberapa wanita dan budak yang dibebaskan. Banyak pengungsi menikah satu sama lain, bahkan setelah mereka pindah ke kota-kota baru. Misalnya Vettia Sabina, dimakamkan di sebuah makam keluarga di Naples dengan tulisan "have" di nisannya. Kata "have" adalah oscan, dialek yang diucapkan di Pompeii. "Artinya 'selamat datang', biasa ditemukan di lantai di depan rumah sebagai ‘karpet’ selamat datang di Pompeii," kata Tuck.
Baca Juga: Melihat Kediaman Kaisar Hadrian yang Luasnya Melebihi Kota Pompeii
Baca Juga: Dahsyatnya Letusan Vesuvius, Hanya Butuh 15 Menit Musnahkan Pompeii
Baca Juga: Villa Papyri, Satu-satunya Perpustakaan yang Dipulihkan di Zaman Kuno
Jika para pengungsi memiliki nama keluarga yang unik, penelusuran dapat dengan mudah dilakukan. Banyak orang asing, migran, dan budak tidak mencatat nama keluarga, sehingga membuat mereka sulit dilacak.
Kematian Plinius yang Tua, pengamat alam dan komandan armada Romawi
Salah satu korban amukan Vesuvius adalah Plinius yang Tua. Ia adalah penulis, pengamat alam, filsuf, serta komandan armada darat dan laut Kekaisaran Romawi. Dalam surat sang keponakan, Plinius yang Muda, ia menggambarkan tentang kematian pamannya serta suasana saat letusan terjadi.
Ia menuliskan tentang pengalamannya ketika menunggu kabar dari sang Paman. Begitu getarannya semakin sering dan ganas, ia dan ibunya meninggalkan rumah di Misenum. Keduanya terjebak dalam kerumunan besar orang yang juga berusaha melarikan diri.
Plinius yang Muda menggambarkan saat yang menakutkan ketika siang hari menghilang. Mereka berada dalam kegelapan yang tak tertembus. Abu dan batu apung menimpa sehingga membahayakan pelarian.
Dalam detail yang mengerikan, Plinius yang Muda mengingat dengan jelas tangisan pedih anak-anak. Mereka terpisah dari orang tua mereka dalam kekacauan akibat amukan Vesuvius.
Suratnya menjadi kesaksian dan laporan penyintas letusan Vesuvius. Kemudian digunakan peneliti untuk memahami soal letusan Vesuvius serta kehancuran dan pelestarian yang luar biasa dari kota terdekat.
Sang kaisar mengambil kredit dalam pembangunan infrastruktur
Mengenai infrastruktur publik, Tuck menemukan bahwa Kaisar Romawi Titus memberikan uang ke kota-kota yang menjadi pusat pengungsi. Uang ini sebenarnya berasal dari Pompeii dan Herculaneum. Pada dasarnya, pemerintah membantu dirinya sendiri dengan uang siapa pun yang meninggal dalam letusan yang tidak memiliki ahli waris. Kemudian, uang ini diberikan kepada kota-kota dengan pengungsi.
“Namun Titus mengambil kredit untuk setiap infrastruktur publik yang dibangun,” ujar Tuck. "Orang-orang yang uangnya masuk ke dana itu tidak pernah mendapat kredit," katanya.
Meskipun demikian, infrastruktur baru kemungkinan membantu para pengungsi menetap di rumah baru mereka.
"Kota Pompeii dan Herculaneum hilang," kata Tuck. "Tetapi pemerintah jelas membangun lingkungan baru, saluran air dan bangunan umum di komunitas tempat pengungsi menetap."
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR