Nationalgeographic.co.id—Kerak bumi—tempat kita berpijak—hanyalah lapisan paling tipis dibandingkan di bawahnya, mantelnya.
Sebuah studi terbaru melaporkan bahwa kerak planet kita 'menetes' bagai madu saat dituangkan ke sendok yang dinamai lithospheric dripping (tetesan litosfer). Laporan itu diungkap para peneliti dari pengamatan geologis di Pegunungan Andes, Amerika Selatan.
Makalahnya berjudul Symptomatic lithospheric drips triggering fast topographic rise and crustal deformation in the Central Andes dan diterbitkan di jurnal Communications Earth & Environment pada 28 Juni 2022.
"Kami telah mengonfirmasi bahwa deformasi pada permukaan area Pegunungan Andes memiliki sebagian besar litosfer di bawahnya yang longsor,” kata Julia Andersen, peneliti utama makalah dari Department of Earth Sciences di University of Toronto, Kanada.
"Karena kepadatannya yang tinggi, itu menetes seperti sirop dingin atau madu lebih dalam ke interior planet dan kemungkinan bertanggung jawab atas dua peristiwa tektonik besar di Andes Tengah – menggeser topografi permukaan wilayah tersebut hingga ratusan kilometer dan keduanya berderak dan meregangkan kerak permukaan itu sendiri," lanjutnya, dikutip dari rilis University of Toronto.
Pemahaman kerak bumi menetes adalah konsep yang relatif baru di bidang tektonik. Beberapa penelitian lain telah mengidentifikasi adanya kerak bumi yang menetes di belahan dunia seperti Dataran Tinggi Anatolia Tengah di Turki, dan Cekungan Besar di AS barat. Andersen dan tim, lewat penelitian ini, mengonfirmasi bahwa beberapa daerah di Pegunungan Andes tengah terbentuk dengan cara yang sama.
Apa yang terjadi oleh Dataran Tinggi Andes Tengah adalah hasil bentukan dari dataran tinggi Puna dan Altiplano, terang para peneliti. Proses pembentukannya terjadi akibat lempeng Nazca meluncur masuk ke bawah lempeng Amerika Selatan yang disebut sebagai subduksi lempeng tektonik. Subduksi membuat bagian lempeng berat tenggelam ke dalam mantel.
Baca Juga: Bulan Planet Jupiter, Europa, Diduga Punya Air Di Bawah Permukaannya
Baca Juga: Gravitasi di Permukaan Bumi Berbeda-beda, Ada Lima Penyebabnya
Baca Juga: Nusa Nan Resah, Sulawesi yang Menciptakan Sekat Bagi Para Penghuninya
Baca Juga: Menyaksikan Sejarah Alam Gunung Merapi dari Pelukis ke Pelukis
Ada banyak bukti yang merekam kejadian itu. Ilmuwan merasa janggal dengan ketidakseragaman topografi Andes Tengah saat terbentuk oleh denyut sporadis pengangkatan sepanjang Era Kenozoikum sekitar 66 juta tahun silam.
Diperkirakan, secara geologis, bentang alam itu terbentuk dalam waktu relatif dan mekanisme pengangkatan yang terjadi di wilayah itu dan gaya deformasi tektonik yang berbeda antara dataran tinggi Puna dan Altiplano.
Tetesan kerak bumi terjadi ketika bagian dari lapisan paling bawahnya menebal. Kemudian, perlahan menetes ke mantel yang ada di bawahnya saat dihangat pada suhu tertentu. Bongkahan-bongkahan itu kemudian tenggelam ke mantel dengan membentuk cekungan di permukaan.
Selanjutnya, fragmen muncul kembali ketika beban di bawahnya pecah dan tenggelam lebih jauh ke dalam mantel yang lebih dalam. Hal itu membuat massa daratan mengapung ke atas sepanjang ratusan kilometer.
Temuan terkait menetesnya kerak bumi membuka pemahaman kita soal bentang alam. Bisa jadi, fenomena ini juga terjadi pada litosfer planet lain yang tidak memiliki lempeng tektonik seperti Bumi, misal Mars dan Venus, terang Andersen.
Mengungkap temuan ini, para peneliti mengembangkan model laboratorium analog dengan kendala geologis dan geofisika dalam tangki. Tujuannya agar bisa menciptakan apa yang terjadi selama ribuan abad silam dan hipotesis bahwa Andes terbentuk akibat proses tetesan litosfer.
"Mengetahui skala waktu dan panjang yang sangat besar yang terlibat dalam proses ini – jutaan tahun dan ratusan kilometer–kami merancang eksperimen laboratorium tiga dimensi yang inovatif menggunakan bahan seperti pasir, tanah liat, dan silikon untuk membuat model analog skala dari proses tetesan," Andersen menjelaskan.
"Itu seperti membuat dan menghancurkan sabuk gunung tektonik di kotak pasir, mengambang di kolam simulasi magma—semuanya dalam kondisi pengukuran sub-milimeter yang sangat presisi."
Dari sini, mereka mendapati bahwa lapisan-lapisan kerak bumi itu mengalami penetesan ketika situasi di bawahnya dibuat seperti mantel Bumi. "Tetesan terjadi selama berjam-jam sehingga Anda tidak akan melihat banyak hal terjadi dari satu menit ke menit berikutnya," lanjutnya. "Tetapi jika Anda memeriksa setiap beberapa jam, Anda akan melihat dengan jelas perubahannya—butuh kesabaran."
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR