Nationalgeographic.co.id—Taman Kota Sriwedari yang terletak di Kota Solo menyimpan spekulasi sejarah yang panjang. Dahulu, taman itu sempat dijadikan wadah hiburan masyarakat dengan gagasan komersil pengelolanya, tuan van her See.
Beberapa kali taman ini dipromosikan lewat koran-koran Belanda, terhitung sejak tahun 1900-an. Pemasaran itu melambungkan nama Sriwedari yang tak hanya dikunjungi wisatawan lokal, tetapi juga mancanegara.
Pengiklanannya juga pernah beberapa kali dipromosikan lewat koran yang cukup sohor seantero Hindia Belanda, De Locomotief. De Locomotief menyebut bahwa Taman Sriwedari "memiliki jalan setapak yang indah, pepohonan yang rindang yang akan mengundang Anda untuk berjalan-jalan."
Digambarkan juga bahwa anak-anak bisa memanjakan diri di sana. Terdapat permainan seperti jungkat-jungkit, ayunan, kuda Bima, dan dua gajah bernama "Sultan dan Sahat" yang menjadi atraksi menarik bagi anak-anak.
Terdapat banyak tempat rekreasi yang bisa memantik antusias pengunjung. Sebut saja kehadiran stadion megah yang berdiri tegap di sana. Stadion Sriwedari yang mengawali perjalanan Sepak Bola di Hindia Belanda.
Selain fasilitas lapangan hijau, ada pula bioskop yang menyajikan film-film box office di zamannya. Menurut sang pewarta, tayangan bioskop selalu ramai bagai tak terdampak krisis malaise yang mengguncang dunia.
Ada pula teater yang sohor dihelat di Sriwedari, ialah Wayang Orang Sriwedari. De Locomotief menyebutnya sebagai seni teatrikal terbaik di Jawa yang bahkan menarik perhatian orang-orang Eropa.
Banyaknya pilihan yang menghibur khalayak ramai, menjadikan Stadstuin (Taman Kota) Sriwedari sebagai alat komersil dan ladang bisnis pengelolanya. Namun, siapa sangka, memasuki tahun 1930-an, ia sempat mengalami kerugian.
Koran Belanda, Soerabaijasch handelsblad pernah memberitakan kabar kerugian stadstuin ini dalam kolom kecil berjudul "De Sriwedari", edisi 26 Januari 1934.
"Pengeluaran untuk dinas kebun binatang diperkirakan sebesar f.7.570 (gulden), untuk museum Radya-Poestaka f.2.828 dan untuk dinas wayang orang Sriwedari f.16.362," tulis koresponden Soerabaijasch handelsblad.
Baca Juga: Melongok Taman Sriwedari Sebagai Hiburan Jawa Zaman Hindia Belanda
Baca Juga: Ketoprak Jawa Pernah Dibunuh Dua Kali
Baca Juga: Dari Stasiun Solo Balapan Sampai Istana, Menapaki Wangsa Mangkunegaran
Pengeluaran tersebut diimbangi dengan penerimaan dari tiket masuk kebun binatang Sriwedari sebesar f.6.490, dari museum f.250, serta penerimaan dinas wayang orang sebesar f.11.900. Meskipun mendapat pemasukan dari sejumlah tiket masuk, terjadi ketimpangan antara pengeluaran dan penerimaan.
Menurut berita dari kolom Soerabaijasch handelsblad, "jika dijumlahkan, maka mendapatkan sebuah nominal yang merugikan untuk bisnis Sriwedari sekitar NLG 8.000 (Nederlandsch Gulden)."
Walaupun mengalami sejumlah kerugian, dikabarkan bisnis taman itu terus bergulir karena semangat tuan van her See dalam mengembangkan stadstuin Sriwedari dengan sejumlah pembenahan.
Keberhasilan dari penataan bisnis taman juga dapat dilihat dalam pemberitaan Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië dalam kolom berjudul "De Oranje Pasar Malem" yang terbit 16 Februari 1938.
Korespondennya menyebut bahwa "Pasar malem yang diadakan di Sriwedari sehubungan dengan hari libur nasional, telah membawa total f.2.235, di mana f.2.177 untuk tiket masuk saja."
Biaya telah dikeluarkan sebagai modal pengadaan pasar malem f.2.000, sehingga pihak pengelolaan taman Sriwedari meraup keuntungan sebesar f.235. Membuat bisnis tuan van her See terus berlanjut.
Source | : | Soerabaijasch handelsblad (26 Januari 1934) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR