“Ketika bikin batik dengan nama Kampung Katak, rumah ini memberikan banyak motif-motif untuk batiknya. Batik yang pertama itu terinspirasi dari motif sarung yang ada di lukisan foto nenek ya. Kain dari Jawa sepertinya,” ujarnya. Endang juga menjelaskan bahwa sanggar kerja batik Kampung Katak berada di kediaman pribadi Endang dan Hongky. Bahkan ia memiliki karyawan difabel.
“Batik Kampung Katak jadi salah satu yang pertama produksi kerajinan ini, ya senang bisa menyerap tenaga kerja, ke depan mau menggali lagi ragam hias di rumah ini untuk motif batik, senang banyak orang ke sini, rumah ini hidup,” pungkasnya.
Baca Juga: Arsip 1815: Gemuruh Erupsi Tambora Terdengar Sampai Bangka
Baca Juga: Ko Ngian: Imlek di Bangka, Harapan Baru Buang Debu-Debu yang Kotor
Baca Juga: Cerita Kolong Timah Bangka di Masa Lalu Sampai Masa Sekarang
Altar keluarga Lay yang megah penuh simbol aristokrat masih terawat baik. Ia terletak pada ruang tengah bagian belakang da diduga tiba di rumah Lay pada tahun 1894, masa setelah Lay Nam Sen memperbaiki rumah tersebut tahun 1890. Ruang bagian depannya terdapat tulisan Guang Yu Tang. Di Tiongkok, nama ini biasanya digunakan sebagai nama ‘rumah abu’ tempat penanda berkumpulnya klan bermarga tertentu dalam kebudayaan masyarakat Tiongkok.
Ornamen yang paling terlihat adalah mutiara bulat merah diapit oleh dua ekor naga yang terletak pada bagian paling atas dari altar tersebut. Di masa kekaisaran Tiongkok, perwujudan ornamen “naga mengejar mutiara” ini kerap dipakai sebagai ornamen kebesaran kaisar seperti singgasana, pakaian dan ragam hias benda-benda berharga lainnya. Termasuk menjadi ragam hias pada altar sembahyang dan nisan sebagai simbol kekuatan spiritual menuju keabadian. Dari inskripsi yang terdapat pada kaki altar dapat diketahui bahwa altar tersebut dibuat di Aomen (Kanton), Provinsi Guangdong, Tiongkok oleh perusahaan Chang Liang Cai.
Rumah keluarga Lay dan altar mutiara tampaknya menjadi simbol usaha bersama keluarga untuk menjaga warisan keluarga yang bernilai. Kilau mutiara dan terangnya cahaya dari Rumah Lay tampaknya akan turut menerangi perjalanan sejarah Pulau Bangka yang pernah menjadi surganya penambang timah dan pemburu rempah lada!
—Kisah ini dinukil dari salah satu bagian buku House of Lay yang ditulis Agni Malagina bersama Nadia Purwestri dan Febriyanti Suryaningsih.
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR