Nationalgeographic.co.id—Hampir separuh penduduk dunia saat ini menggunakan media sosial dengan jumlah lebih dari 3,8 miliar dan terus meningkat. Sekarang, para ilmuwan ingin tahu, apa yang membuat sebuah media cukup menarik bagi orang untuk membagikan postingan.
Studi baru dari University of Pennsylvania akhirnya mengungkapkan alasan orang-orang membagikan postingannya. Mereka menemukan, bahwa kita membagikan postingan media sosial yang menurut kita paling relevan untuk diri kita sendiri atau untuk teman dan keluarga kita.
Laporan penelitian tersebut telah diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology: Generalled dengan judul "Message self and social relevance increases intentions to share content: Correlational and causal evidence from six studies."
Seperti diketahui, rata-rata pengguna internet menghabiskan hampir tiga jam sehari menggunakan media sosial. Jelas bahwa media sosial menjadi semakin penting untuk berbagi informasi penting dengan publik. Seperti misalnya bagaimana tetap aman dari COVID-19.
Studi baru dari peneliti Danielle Cosme dan Emily Falk menganalisis perilaku lebih dari 3.000 individu untuk mengeksplorasi psikologi di balik berbagi informasi secara daring.
Ternyata jawabannya cukup lugas: Orang-orang membagikan informasi yang mereka rasa berarti bagi diri mereka sendiri atau orang yang mereka kenal.
Cosme dan timnya menguji apa yang berkontribusi pada "viralitas berbasis nilai" -pada dasarnya informasi di internet dapat menjadi viral karena orang-orang menganggapnya berharga, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi masyarakat.
"Temuan ini adalah kunci untuk menyusun pesan yang efektif untuk tujuan sosial," kata Cosme, direktur penelitian di Annenberg School for Communication's Communication Neuroscience Lab.
Mengetahui materi psikologis yang membuat seseorang membagikan postingan di media sosial dapat membantu para ilmuwan berbagi fakta tentang perubahan iklim. Bahkan bagaimana pejabat kesehatan masyarakat menghilangkan mitos tentang vaksin.
Penelitian Cosme menunjukkan bahwa orang lebih memperhatikan informasi yang mereka anggap terkait dengan diri mereka sendiri.
Demikian pula, manusia adalah makhluk sosial dan suka berhubungan satu sama lain. Berbagi informasi mengaktifkan pusat penghargaan di otak kita.
Dan ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, kita mempertimbangkan apa yang orang lain pikirkan atau ingin dengar, kualitas yang dikenal sebagai relevansi sosial.
Untuk studi Cosme, peserta dihadapkan pada artikel dan posting media sosial tentang kesehatan, perubahan iklim, pemungutan suara, dan COVID-19. Beberapa peserta membaca berita utama dan ringkasan artikel berita, yang lain melihat posting media sosial.
Semua peserta menilai seberapa besar kemungkinan mereka untuk membagikan setiap pesan dan seberapa relevan mereka menemukan setiap pesan untuk diri mereka sendiri dan orang yang mereka kenal.
Para peneliti menemukan bahwa apa pun topik yang dicakup atau media pesannya, orang-orang kemungkinan besar akan mengatakan bahwa mereka akan membagikan pesan yang mereka anggap relevan secara pribadi atau sosial.
Selanjutnya, mereka menemukan bahwa ketika peserta diminta untuk secara eksplisit menulis mengapa sebuah pesan relevan dengan diri mereka sendiri atau orang yang mereka kenal, mereka bahkan lebih mungkin untuk membagikannya daripada ketika mereka hanya merenungkan topik tersebut.
"Berbagi informasi adalah komponen penting dari tindakan individu dan kolektif," kata Cosme.
"Pada awal pandemi, kita perlu dengan cepat menyebarkan informasi yang akurat tentang apa yang sedang terjadi, bagaimana melindungi diri kita sendiri, bagaimana melindungi satu sama lain," Cosme melanjutkan.
"Penyebaran informasi dalam jejaring sosial dapat sangat berdampak untuk mengubah perilaku individu kita, dan juga mengubah perilaku kolektif kita melalui pergeseran persepsi kita tentang apa yang normatif."
Dengan data puluhan ribu pesan, Cosme dan rekan-rekannya di Communication Neuroscience Lab percaya temuan ini dapat membantu membentuk pesan publik yang efektif di media sosial.
"Kami tertarik untuk memahami bagaimana kami dapat menerjemahkan teori psikologis ke dalam intervensi dunia nyata untuk mencoba mempromosikan perubahan perilaku," kata Cosme.
Salah satu cara untuk meningkatkan berbagi konten adalah dengan merekrut orang-orang yang menemukan konten itu sendiri atau relevan secara sosial untuk berbagi pesan secara daring.
Baca Juga: Puasa Media Sosial Selama Seminggu Dapat Meningkatkan Kesehatan Mental
Baca Juga: Temuan Sains: Singkap Usia Remaja yang Paling Rentan Media Sosial
Baca Juga: Riset Ungkap Bagaimana Medsos Perburuk Kesehatan Mental di Indonesia
Cara lainnya adalah membingkai pesan agar terlihat lebih relevan secara pribadi atau sosial oleh khalayak tanpa menyesuaikan pesan itu sendiri.
"Kami mengembangkan bingkai pesan yang dapat dipasangkan dengan berita dan postingan media sosial yang ada," kata Falk, penulis senior studi tersebut.
"Ini berarti bahwa petunjuk yang sama yang bekerja dalam penelitian ini dapat diuji dengan mudah dalam konteks lain juga."
Communication Neuroscience Lab melanjutkan penelitian ini dengan melihat aktivitas otak dalam kaitannya dengan berbagi media sosial.
Untuk studi ini, para peneliti menggunakan pemindai fMRI untuk memahami bagaimana wilayah tertentu dari otak membentuk persepsi tentang diri dan relevansi sosial.
Secara keseluruhan, tim berharap bahwa hasil penelitian ini akan memberikan alat bagi mereka yang ingin membuat perubahan sosial untuk melakukannya secara efektif.
Source | : | Penn State University,Journal of Experimental Psychology: Generalled |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR