Lophopetalum tanahgambut tumbuh setinggi 40 m dan memiliki dbh hingga 1,05 m. Sistem akar lututnya lebar, hingga 15 m mengelilingi pohon, menjulang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah.
Kulit batangnya halus, retak membujur hingga bersisik, abu-abu muda hingga kusam, atau putih susu. Kulit bagian dalam berwarna oranye merah muda hingga coklat kemerahan pucat.
"Spesies ini adalah satu-satunya pohon Lophopetalum yang dikenal dengan 3-4 daun dalam susunan pseudoverticillate," catat para ilmuwan.
Lophopetalum tanahgambut diamati berbunga pada bulan Februari-April, dan berbuah pada bulan April-Juni. "Kami telah mengamati banyak pohon dalam berbagai tahap kehidupan di alam liar, dan daun pseudoverticillate konsisten," kata penulis.
Pada cabang yang lebih tua, peneliti menjelaskan, kadang-kadang mereka menemukan daun yang berseberangan tetapi biasanya juga terdapat bekas luka sedikit di bawahnya yang menunjukkan bahwa mereka tidak diatur secara berlawanan dari awal, tetapi bergeser posisinya saat cabang menjadi dewasa.
Baca Juga: Menanam Pohon dapat Menurunkan Tingkat Kematian Suatu Wilayah
Baca Juga: Apa yang Bakal Terjadi apabila Semua Pohon di Bumi Menghilang?
Baca Juga: Hutan Prasejarah Masih Tumbuh di Borneo sejak Empat Juta Tahun Lalu
"Kalau ranting bersudut 3-4 tergantung jumlah daun pada satu ruas, dan ini terlihat jelas saat ranting masih muda," kata para peneliti.
Para peneliti merekomendasikan bahwa spesies baru tersebut harus dikategorikan sebagai Sangat Terancam Punah.
"Lophopetalum tanahgambut tumbuh di hutan rawa gambut dataran rendah yang relatif tidak terganggu, yang dilindungi oleh komitmen sukarela dari konsesi sebagai kawasan konservasi dan terpencil," kata para peneliti.
Pengumpulan yang lebih ekstensif di wilayah yang lebih luas, lanjutnya, mungkin mengungkapkan sebaliknya. "Tetapi untuk saat ini kita harus mengasumsikan ukuran populasi yang kecil dan distribusi yang terbatas di Sumatra," kata para peneliti.
"Sementara secara keseluruhan, hutan rawa gambut yang tidak terganggu telah menurun dan terancam di seluruh Asia Tenggara, dan sebagian besar lahan gambut yang tersisa dikonversi menjadi lahan perkebunan atau terdegradasi akibat drainase."
Source | : | Sci-News,Phytotaxa |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR