Nationalgeographic.co.id—Masalah kesehatan transgender tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental dan perilaku di bawah perubahan besar pada manual diagnosis global Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Seorang ahli Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan sekarang memahami transgender sebenarnya bukan kondisi kesehatan mental. Diagnosis yang diperbarui yang disebut ICD-11, ketidaksesuaian gender didefinisikan sebagai ketidaksesuaian yang ditandai dan terus-menerus antara jenis kelamin yang dialami seseorang dan jenis kelamin yang ditetapkan. Pada versi sebelumnya, ICD-10 dianggap sebagai gangguan identitas gender, pada bab berjudul gangguan mental dan perilaku.
Dr Lale Say, seorang ahli kesehatan reproduksi di WHO, mengatakan, "Itu dikeluarkan dari gangguan kesehatan mental karena kami memiliki pemahaman yang lebih baik bahwa ini sebenarnya bukan kondisi kesehatan mental, dan membiarkannya menimbulkan stigma."
"Jadi untuk mengurangi stigma, sekaligus memastikan akses ke intervensi kesehatan yang diperlukan, ini ditempatkan di bab yang berbeda," sambungnya dikutip BBC.
Mengomentari revisi tersebut, Graeme Reid, direktur hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender di kelompok kampanye Human Rights Watch, mengatakan bahwa perubahan tersebut akan memiliki efek pembebasan pada orang-orang transgender di seluruh dunia.
Penghapusan gangguan identitas gender oleh WHO dari bab diagnostiknya atau tidak lagi mengklasifikasikan transgender sebagai penyakit mental telah mengakibatkan lebih dari 50 organisasi interseks menandatangani pernyataan bersama mengutuk WHO karena menyebut variasi dalam perkembangan seks sebagai gangguan perkembangan seksual.
Di beberapa negara, termasuk Jepang, individu memerlukan diagnosis kesehatan mental untuk membuat perubahan yang diakui secara hukum pada jenis kelamin mereka.
Penelitian Identitas Transgender Bukan Gangguan Mental
Dalam studi baru, yang diterbitkan di jurnal The Lancet Psychiatry, para peneliti menyelidiki apakah tekanan dan disfungsi yang terkait dengan identitas transgender merupakan hasil dari penolakan dan stigmatisasi sosial atau bagian yang melekat dari menjadi transgender.
Mengalami kesusahan dan disfungsi sering dianggap sebagai ciri yang menentukan memiliki gangguan kesehatan mental, menurut penelitian tersebut. Namun faktor lain juga bisa menyebabkan perasaan tersebut, termasuk mengalami penolakan atau stigmatisasi.
Para peneliti mewawancarai 250 orang transgender di Mexico City. Orang-orang dalam penelitian tersebut melaporkan pada usia berapa mereka pertama kali menyadari memiliki identitas transgender, serta pengalaman tekanan psikologis, penolakan sosial, kesulitan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, dan kekerasan, menurut penelitian tersebut.
Para peneliti menemukan bahwa 76 persen peserta dilaporkan mengalami penolakan sosial, dan 63 persen dilaporkan menjadi korban kekerasan akibat identitas gender mereka. Dalam banyak kasus, penolakan sosial dan kekerasan terhadap individu transgender terjadi dalam keluarga.
Source | : | Healthline,Live Science,BBC |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR