Nationalgeographic.co.id - Sejak zaman kuno, kemampuan berjalan tanpa alas kaki menembus api tanpa cedera menimbulkan daya tarik dan kekaguman. Sebagian besar dari kita biasanya tidak mau dengan sukarela berjalan melewati api yang panas. Namun, berjalan tanpa alas kaki di atas api ternyata sudah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Mengapa orang mau melakukannya? Untuk memahaminya, kita harus mengetahui sejarah, makna, dan tujuan di balik ritual berjalan di atas api.
Ritual berjalan di atas api tanpa alas kaki
Biasanya, berjalan di atas api atau firewalking dilakukan sebagai bagian dari ritual keagamaan atau spiritua. Aktivitas ini digunakan secara seremonial untuk menunjukkan kekuatan fisik dan spiritual seseorang. “Juga untuk menunjukkan keberanian, kedamaian batin, dan keyakinan,” tulis Lex Leigh di laman Ancient Origins.
Di beberapa tempat, ritual ini dilakukan untuk memperingati keajaiban, mengambil sumpah, atau menghormati orang yang sudah meninggal. “Terutama jika mereka adalah orang suci,” tambah Leigh lagi.
Dalam banyak upacara budaya atau agama yang melibatkan berjalan di atas api, seseorang akan melakukan semacam ritual sebelumnya. Sering kali, ritual ini digunakan untuk menyucikan dan mempersiapkan mereka secara spiritual untuk berjalan di atas api. Ritual ini mungkin melibatkan puasa, menahan diri dari komunikasi dengan orang lain, mandi berkali-kali, atau menari. Ini bisa berlangsung mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Ada dua jenis jalan di atas api yang dilakukan oleh seseorang. Satu melibatkan berjalan di atas batu panas yang berapi-api, sementara yang lain melibatkan berjalan langsung di atas bara panas. Berjalan di atas bara panas lebih umum dilakukan.
Sering kali, ritual dilakukan dengan diiringi dengan musik yang dimainkan menggunakan instrumen asli budaya tersebut.
Berjalan di atas api: ritual penghormatan dan penyembuhan
Catatan paling awal tentang firewalking dapat ditelusuri kembali ke India sekitar 1200 Sebelum Masehi. Berjalan di atas api dimulai sebagai kompetisi antara dua imam. Keduanya ingin mengetahui siapa yang dapat berjalan lebih jauh di atas bara panas. Pemenang kompetisi ini akan dikenang karena iman, kekuatan, dan ketenangan pikirannya.
Di abad pertama Masehi, Plinius yang Tua dari Romawi mengeklaim bahwa ada pengorbanan tahunan untuk Apollo. Mereka yang berpartisipasi akan berjalan di atas tumpukan kayu yang hangus tanpa dibakar.
Baca Juga: Gereja di Inggris dari Abad ke-13 Jadi Tempat Ritual Pemuja Setan
Baca Juga: Darah untuk Dewa, Ini Kebudayaan yang Melakukan Pengurbanan Manusia
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR