Nationalgeographic.co.id—Kaisar Romawi bisa dikatakan juga sebagai manusia yang paling kuat dan berkuasa di salah satu kerajaan dengan peradaban terbesar sepanjang sejarah manusia.
Kaisar Romawi adalah dia yang memiliki kekuatan absolut, dia juga merupakan panglima tertinggi tentara, serta dialah Pontifex Maximus, kepala pejabat agama yang disegani umatnya.
Banyak pria berusaha keras untuk memenangkan tahta Kekaisaran Romawi. Begitu mereka mendapatkan posisi yang didambakan ini, mereka menyadari bahwa sangat sulit untuk mempertahankannya.
"Ketika anda berada di tampuk tertinggi sebagai kaisar, anda harus siap mati!" tulis Peter Preskar kepada Medium dalam artikel berjudul The Roman Emperor — the Most Dangerous Occupation in Ancient Rome terbitan 22 Mei 2021.
Coba kita ambil Julius Caesar sebagai contohnya. Meskipun dikenal dalam sejarah sebagai salah satu Kaisar Romawi terkuat sepanjang sejarah, ia mati secara tragis dan diwarnai kebrutalan pada tahun 44 SM.
Perebutan tahta dan kekejaman saling bunuh kerap mewarnai konflik internal di antara kaisar-kaisar. Diperlukan kekuatan dan kelihaian untuk dapat bertahta cukup lama di Romawi.
Demi mempertahankan kendali atas kuasanya, seorang Kaisar Romawi harus dapat bernavigasi di antara banyak kelompok kuat, termasuk Pengawal Praetorian, legiun Romawi, Senat Romawi, dan keluarga mereka sendiri.
Seringkali, keluarga kaisar menjadi ancaman terbesar bagi pemerintahannya. Secara teori, setiap kerabat kaisar adalah pewaris takhta yang sah. Seperti halnya Kaisar Romawi kedua, Tiberius, kemungkinan besar meracuni pewarisnya, Germanicus.
Atau juga ada kisah tentang Kaisar Claudius yang diracuni oleh istrinya sendiri, Julia Agrippina pada tahun 54 Masehi. Agrippina dengan demikian memberi ruang bagi putranya Nero untuk naik tahta Kekaisaran Romawi.
Dalam sebuah prosentase pergantian kaisar dalam sejarah Romawi, sekitar 2% saja kaisar yang menyatakan dengan suka rela untuk pensiun. Sedangkan yang terbanyak diakibatkan oleh kondisi, di mana seorang kaisar terpaksa diganti akibat jadi korban pembunuhan.
Jika dihitung secara mendetail, selama hampir4 abad atau sekira 422 tahun Kekaisaran, seorang kaisar rata-rata hanya mampu memerintah selama 5,6 tahun.
Source | : | Medium |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR