Nationalgeographic.co.id—Pernah menyaksikan serial Netflix "Black Mirror". Nuansa dalam serial itu tentang masa depan yang tidak jauh dari hari ini. Situasi di mana masyarakat umum memiliki perangkat komputer kecil yang bisa dipasang di kepala mereka (biokomputer).
Teknologi biokomputer seperti ini kelak bukan lagi sekadar fiksi ilmiah futuristik belaka. Belakangan, biokomputer yang ditenagai oleh sel-sel otak manusia, berusaha dikembangkan oleh para ilmuwan. Kemampuannya akan memperluas kemampuyan komputasi modern.
"Komputasi dan kecerdasan buatan telah mendorong revolusi teknologi, tetapi mereka mencapai batas atas," kata Thomas Hartung, profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health and Whiting School of Engineering, dikutip dari laman John Hopkins University.
Dia memelopori proyek penelitian itu. Hasilnya dipublikasikan di Frontiers in Science bertajuk "Organoid intelligence (OI): the new frontier in biocomputing and intelligence-in-a-dish" Selasa, 28 Februari 2023.
"Biokomputer adalah upaya besar untuk memadatkan daya komputasi dan meningkatkan efisiensinya untuk melampaui batas teknologi kita hari ini," lanjut Hartung.
Hartung dan timnya bekerja untuk organoid kecil, jaringan yang dibuat dan ditumbuhkan di laboratorium yang menyerupai organ dewasa. Organoid yang dikembangkan adalah otak bola kecil di ujung pena dengan neuron dan fitur lainnya. Hal ini menjanjikan untuk mempertahankan fungsi dasar seperti mengingat dan belajar.
Hal ini berbeda dengan sebelumnya. Selam hampir dua dekade para ilmuwan telah menggunakan organoid kecil untuk eksperimen pada ginjal, paru-paru, dan organ lain tanpa diuji ke manusia atau hewan.
Dengan apa yang dilakukan Hartung dan tim, kelak akan menciptakan ranah kajian ilmiah baru tentang manusia dan komputer. “Ini membuka penelitian tentang cara kerja otak manusia,” kata Hartung. “Karena Anda dapat mulai memanipulasi sistem, melakukan hal-hal yang secara etis tidak dapat Anda lakukan dengan otak manusia.”
Salah satunya ranah kajian baru di masa depan, merevolusi penelitian pengujian untuk gangguan perkembagnan saraf dan degenerasi saraf.
Lena Smirnova, asisten profesor kesehatan dan teknik lingkungan di John Hopkins yang menjadi salah satu rekan penelitian berpendapat, "Kami ingin membandingkan organoid otak dari donor yang biasanya dikembangkan dengan organoid otak dari donor dengan autisme."
Alat yang dikembangkan ini bisa menuju komputasi biologis, yang memungkinkan penelitian kesehatan bisa memahami perubahan dalam jaringan khusus pada autisme. Penerapannya, tentunya, bisa dilakukan tanpa harus mengujinya pada hewan atau megnakses pasien.
Source | : | John Hopkins Medicine |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR