Nationalgeographic.co.id—Kala itu, Majapahit gonjang-ganjing. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpercayaan sekelompok masyarakat terhadap pemerintah. Namun, seorang wanita dengan Kekuatan politik yang luar biasa berhasil mengatasi kekacauan yang terjadi.
Pada masa Jawa Kuno perempuan dan laki-laki memang memilikii kedudukan yang setara dalam bidang politik. Kesetaraan tersebut terlihat dari disebutkannya laki-laki dan perempuan yang mempunyai kedudukan dalam jabatan tinggi politik kerajaan.
Gilang Harits Mu’aafi, civitas Universitas Negeri Malang, bersama dua rekan penelitiannya, Yuliati dan Moch. Nurfahrul Lukmanul Khakim, memaparkan kedudukan perempuan yang egaliter dalam politik masa Majapahit era pemerintahan Ratu Tribhuwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī (1329-1350).
Studinya terbit dalam jurnal Fajar Historia, bertajuk Egaliter Masa Majapahit: Studi Kasus Penguasa Perempuan Majapahit Tribhuwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī, 1329-1350.
Gilang selaku peneliti utama, menerangkan bahwa kesetaraan perempuan dan laki-laki tampak dari beberapa jabatan yang diduduki, “Mereka menduduki jabatan seperti putra atau putri mahkota, penguasa daerah, politikus dari balik layar pemerintahan hingga penguasa pemerintahan kota.”
Salah satu sosok perempuan tersohor era Majapahit adalah Śrī Tribhuwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī, wanita sang penguasa tiga dunia.
Ratu Tribhuwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī
Termaktub dalam Deśawarṇana pupuh 49:2, mencatat bahwa penerus Raja Jayanagara di Majapahit adalah Bhre Kahuripan atau bernama asli Dyaḥ Gitarja.
Dalam Prasasti Geneŋ II (1329 M), diketahui nama abhiseka (nama gelar raja) dari Dyaḥ Gitarja setelah dinobatkan sebagai raja adalah Śrī Tribhuwanottuṅgadewī Jayawiṣṇuwarddhanī.
Sebelum naik tahta sebagai ratu di Majapahit, mulanya Tribhuwanottuṅgadewī menduduki daerah Kahuripan sebagai raja daerah. Dalam posisi ini, ia mendapatkan banyak pelajaran terkait politik kerajaan.
Perlu diketahui, bahwa di balik kesuksesan Tribhuwanottuṅgadewī, ada sosok perempuan yang berperan penting di balik layar. Ialah Gayatrī Rājapatnī, istri utama Raja Kṛtarājasa sekaligus ibu dari Tribhuwanottuṅgadewī.
“Gayatrī Rājapatnī mempunyai kepribadian yang kuat dan sangat menentukan, sebab Gayatrī Rājapatnī dapat memutuskan siapa yang berhak dan tidak untuk naik tahta Majapahit,” tulis Gilang.
Gayatrī, berperan sebagai “guru” bagi Tribhuwanottuṅgadewī. Ia juga memberikan saran serta izin kepada Tribhuwanottuṅgadewī saat memberikan kebijakan-kebijakan dalam masa pemerintahannya.
Salah satu jasa besar Ratu Tribhuwanottuṅgadewī yang sangat berdampak pada perkembangan Majapahit, ialah kebijakannya dalam memperkokoh kedudukan mahapatih Majapahit.
“Ratu Tribhuwanottuṅgadewī merasa bahwa posisi mahapatih sangat penting bagi kerajaan,” terang Gilang, “Mahapatih menduduki kedudukan sebagai menteri utama yang bersama dengan raja untuk menjalankan perintah raja.”
Gajah mada adalah salah satu mahapatih masa pemerintahannya, hal tersebut tercatat dalam Prasasti Parapañcasarapura.
Menurut Gilang, diangkatnya Gajaḥ Mada sebagai mahapatih merupakan bentuk kebijaksanaan Tribhuwanottuṅgadewī dalam mengambil keputusan.
Salah satu jasa Gajaḥ Mada dalam pemerintahan Ratu Tribhuwanottuṅgadewī tercatat dalam Deśawarṇana pupuh 49:3 yang menjelaskan bahwa ia membantu menyerang musuh di Sadheng dan Kĕta pada tahun 1331 M.
Kemenangannya atas perang Sadheng dan Kĕta pada tahun 1331 M menyadarkan Tribhuwanottuṅgadewī bahwa kekuatan pasukan Majapahit telah kembali pulih.
Melihat pasukannya yang saat ini mulai cukup kuat, ia bersama pasukannya memulai ekspedisi ekspansi wilayah ke luar Jawa, atau diistilahkan cakrawala mandala. Sejatinya gagasan tersebut telah dimunculkan oleh Raja Kṛtanagara (1268-1292) dari Siṅhasari.
Baca Juga: Sebuah Perjalanan Wisata Sejarah untuk Membuktikan Keagungan Majapahit
Baca Juga: Selidik Zaman Klasik: Kehidupan Multikulturalisme di Majapahit
Baca Juga: Gayatri: Wanita di Balik Suksesnya Raden Wijaya Membangun Majapahit
Baca Juga: Kampung Manjopaiq: Mencari Jejak Sejarah Majapahit di Sulawesi Barat
“Mulanya gagasan tersebut berhasil dilakukan oleh Kṛtanagara, namun seiring runtuhnya kekuasaan Kṛtanagara di Siṅhasari wilayah di luar Jawa sulit untuk dikendalikan,” tulis Gilang.
Namun kali ini berhasil. Upaya Tribhuwanottuṅgadewī beserta pasukan dalam melancarkan ekspansi, berbuah jatuhnya daratan Melayu dan Bali dalam genggaman kekuasaannya.
Kemasyhuran Majapahit terdengar hingga daratan Tiongkok. Pedagang bernama Wangta Yuan dalam bukunya Tao-i chih-lueh (1349) mencatat bahwa populasi di she-po (Jawa) pada pemerintahan Tribhuwanottuṅgadewī sangat padat, tanahnya subur, dan terdapat banyak bahan ekspor utama.
“Adanya pedagang Cina serta bahan ekspor utama menandakan bahwa pemerintahan Tribhuwanottuṅgadewī telah menjalin hubungan internasional yang baik dengan Cina serta menjadikan hubungan ekspor-impor menjadi sumber pemasukan bagi Majapahit,” tulis Gilang
Ratu Tribhuwanottuṅgadewī telah tumbuh menjadi sosok ratu dengan kekuatan politik yang luar biasa, hingga berpengaruh besar pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) sebagai anggota utama dari dewan Bhattara Sapta Prabhu.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR