Nationalgeographic.co.id—Piramida Agung Khufu di Giza, dan piramida di kawasan kompleks pekuburan Giza adalah yang paling terkenal dari piramida era Kerajaan Kuno di Mesir. Mereka disebut-sebut sebagai pendahulu piramida Mesir lainnya.
"Piramida itu menandai pergeseran gaya dari piramida berundak bertumpuk—mastaba—menjadi piramida dengan sisi yang mulus," tulis Aimee Heidelberg kepada History Collection dalam artikelnya berjudul Secret Facts About The World’s Most Iconic Buildings terbitan 21 Maret 2023.
Pada masa kejayaannya, piramida itu dilapisi dengan lapisan batu kapur putih yang dipoles pada dindingnya. Dindingnya dihiasi dengan prasasti dan hieroglif yang rumit, dan bagian dalamnya adalah jaringan koridor dan ruang pencegah pencurian yang membingungkan.
Piramida Khufu ini menampilkan tiga kamar yang diketahui yang menampung sarkofagus raja bersama dengan hartanya. Tiga piramida ratu yang lebih kecil dan dua lubang perahu juga dikaitkan dengan Khufu.
"Dengan ketinggian 137 m, piramida ini dianggap sebagai struktur buatan manusia tertinggi selama ribuan tahun," terusnya.
Bangunan ikonik dari sejarah telah mewariskannya kepada kita. Bangunan-bangunan ini didokumentasikan dari atas ke bawah, dikunjungi oleh miliaran turis, dan menjadi standar budaya populer.
Konstruksi piramida adalah proyek komunitas, dibangun oleh pekerja terampil yang mungkin telah berpartisipasi dalam proyek tersebut sebagai bagian dari pelayanan mereka terhadap publik, atau bekerja selama musim "libur" di pertanian mereka.
Ahli sejarah Mesir Kuno tidak 100 persen yakin bagaimana piramida dibangun, tetapi kepercayaan yang paling populer adalah bahwa piramida-piramida itu dibangun oleh orang Mesir sebagai tindakan mereka layaknya pegawai negeri yang mengabdi pada firaun.
Faktanya, para ahli percaya bahwa 20.000–30.000 tukang batu, insinyur, arsitek, surveyor, dan pengrajin terampil lainnya terlibat dalam proses pembangunan Piramida Agung Khufu di Giza.
Selain itu, sejarawan memperkirakan bahwa lebih dari 100.000 pekerja konstruksi terlibat dalam keseluruhan pembangunan Piramida Giza. Selain itu, setiap balok batu kapur memiliki berat dua ton!
Sangat sulit untuk membayangkan bagaimana orang di zaman itu bisa mengangkatnya dan membentuk piramida yang begitu sempurna. Namun, beberapa ahli memiliki teori bahwa sistem ramp dan katrol sudah digunakan untuk menyelesaikan misi pembangunan.
"Bagaimanapun, piramida itu telah memukau para penjelajah selama ribuan tahun, terus menerus dikunjungi oleh peneliti hingga wisatawan dan menjadi salah satu tempat wisata top dunia," imbuh Aimee.
Untuk semua ketenaran Piramida Agung, nyatanya piramida itu bukanlah piramida pertama. Sneferu, ayah Khufu, mencoba membangun beberapa piramida lainnya sebelum itu. Salah satu usahanya yang paling awal adalah Piramida yang runtuh di Meidum.
Sejumlah insinyur mencoba menghaluskan sisi-sisinya dengan mengisi 'anak tangga' piramida berundak dengan batu. Sayangnya, hal itu tidak berhasil. Alhasil, semuanya runtuh menjadi tumpukan puing di dasar piramida.
Baca Juga: Telah Berubah, Seperti Apa Piramida Mesir Kuno Saat Pertama Dibangun?
Baca Juga: Bangunan Berusia 7.000 Tahun di Ceko Lebih Tua dari Piramida Mesir
Baca Juga: Ajaib! Bagaimana Piramida-piramida Mesir Bisa Dibangun Saling Sejajar?
Baca Juga: Mengungkap Identitas Orang-Orang yang Membangun Piramida Mesir Kuno
Sang insinyur mencoba lagi dengan Piramida Bent. Ia mengubah sudutnya sekitar setengah jalan. Bagian dasar piramida memiliki kemiringan 55 derajat, tetapi bagian atasnya 43 derajat, membuat piramida itu runtuh, terlihat seperti ditumbuk dari atas.
Piramida terakhir Sneferu, Piramida Merah atau Piramida Agung lebih dekat dengan apa yang diinginkannya. Itu lebih lebar dari piramida-piramida yang dibangun sebelumnya, dengan permukaan yang lebih dangkal ke samping, tapi stabil.
Kendati demikian, kebanyakan dari piramida sebelumnya runtuh sehingga sejarawan mengeklaim bahwa Piramida Khufu atau Piramida Agung di Giza adalah yang paling besar dan piramida paling awal, meskipun tidak demikian.
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR