Hal yang lebih penting untuk Haynie adalah bahwa tidak ada bahasa dalam kumpulan data yang identik. Dari 2.400 bahasa dan dialek dalam kumpulan data, hanya lima yang cocok menggunakan kode gramatikal yang digunakan untuk mendokumentasikan dan menganalisisnya dalam Grambank.
Meskipun kosa kata dapat memainkan peran besar dalam saling tidak dapat dipahami yang diandalkan oleh ahli bahasa untuk menentukan apa yang dianggap sebagai bahasa terpisah, Grambank menunjukkan bahwa 'sidik jari' tata bahasa juga biasanya unik, katanya.
“Artinya setiap bahasa sangat istimewa,” kata Haynie.
Kehilangan bahasa
"Kepunahan bahasa telah terjadi sepanjang sejarah manusia, tetapi kecepatannya semakin cepat karena tekanan sosial, politik dan ekonomi," kata Haynie.
Seolah-olah, saat memetakan genom manusia, para ilmuwan melihat gen itu sendiri menghilang dengan cepat di depan mata mereka.
Baca Juga: Mengapa Ada Banyak Kosakata Bahasa Arab dalam Bahasa Inggris?
Baca Juga: Puyi, Kaisar Tiongkok yang Pertama Kali Belajar Bahasa Inggris
Baca Juga: Saat Kita Berbicara, Tidak Selamanya Bahasa Tersebar Karena Genetika
Baca Juga: Teta-Teki Tata Bahasa Sansekerta Terpecahkan Setelah 2.500 Tahun
“Saat ini kita berada pada keadaan kritis, dalam hal terancamnya bahasa,” kata Haynie, mencatat bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendeklarasikan ini sebagai Dekade Internasional Bahasa Pribumi untuk mencoba mempromosikan pelestarian, dokumentasi, dan revitalisasi bahasa.
Kehilangan bahasa global ini juga tidak merata. Beberapa wilayah berisiko tinggi kehilangan bahasa pribumi, seperti Aleut di Alaska dan bahasa Salish di Pacific Northwest.
Kemudian Yagua dan Tariana yang dituturkan di Amerika Selatan, dan bahasa Kuuk-Thayorre dan Wardaman yang berasal dari masyarakat Australia Utara.
“Bahasa asli di sini di Amerika Utara, bahasa di sekitar kita dan di benua kita, adalah beberapa bahasa yang paling terancam punah di dunia,” katanya.
Source | : | Science Advances,University of Colorado Boulder |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR