Meski begitu, pemerintahan Didius berakhir secepat saat ia memulainya.
Para pemimpin militer siap merebut takhta kaisar
Unjuk rasa di Roma mendorong panglima tinggi Romawi di pelosok kekaisaran untuk mengalihkan pandangan mereka ke Roma.
Di timur, Pescennius Niger menyatakan dirinya sebagai kaisar yang menguasai banyak wilayah mulai dari Laut Hitam hingga Mesir. Di barat, Septimius Severus melakukan hal yang sama. Ia menjadi penantang pertama yang berangkat ke Roma dan berupaya memenangkan kekaisaran dari Didius.
Ketika semua pasukan Romawi berbaris menuju kaisar, nasib Didius sudah ditentukan. Herodian mencatat bagaimana tanggapan Didius ditandai dengan kelambanan dan kepengecutan. Dio menceritakan bagaimana Didius membuat barikade di istana dalam upaya untuk menghindari malapetaka.
Di sisi lain, pernyataan Ignotus yang lebih simpatik menggambarkan tindakan awal Didius sebagai tindakan yang lebih positif. Ia melaporkan bagaimana Didius memerintahkan agar tembok Roma dijaga dengan ketat oleh Garda Praetoria. Di tempat lain, Didius mengirim sekutunya Vespronius Candidius untuk mencoba memenangkan pasukan pesaingnya.
Menurut Ignotus, semua rencananya gagal. Setelah kemenangan Septimius di Ravenna melawan pasukan Didius, Roma tiba-tiba terbuka lebar untuk diserang.
Didius putus asa dan ia pun mencoba berbagai cara untuk menyelamatkan takhta. Tawarannya untuk berbagi jabatan kaisar dengan Septimus ditolak. Maka ia memerintahkan para pendetanya untuk menemui Septimius dan mencoba menghalanginya untuk naik takhta.
Senat menolak permintaan tersebut. Mereka menyatakan bahwa seorang kaisar yang tidak dapat melindungi dirinya secara militer tidak berhak untuk duduk di atas takhta.
Dalam ledakan kesedihan yang terakhir dan tanpa harapan, Didius beralih ke sihir ritual. Ignotus melaporkan soal pengurbanan manusia bagi dewa yang dilakukan oleh Didius.
Namun sebelum Septimius bisa menangkapnya, Didius Julianus dibunuh oleh Garda Praetoria di istana kekaisaran. “Serupa dengan nasib Pertinax beberapa bulan sebelumnya,” Howart menambahkan.
Dio mencatat kata-kata terakhir sang kaisar, “Kejahatan apa yang telah saya lakukan? Siapa yang telah kubunuh?”
Penjahat yang serakah atau korban yang malang?
Didius Julianus pernah memenangkan kekaguman banyak orang sepanjang hidupnya. Namun, ia tewas dalam aib dan reputasinya hancur. Dalam sejarah Kekaisaran Romawi, ia digambarkan sebagai sosok yang rakus dan penuh delusi. Benarkah demikian?
Para penulis sejarah rupanya sangat dipengaruhi oleh propaganda Severus Septimius. Sebagai pengganti Didius Julianus, Septimius memiliki banyak alasan untuk membunuh karakter saingannya.
Faktanya, sumbangan kepada Garda Praetoria sebenarnya merupakan praktik yang sudah dimulai jauh sebelum Didius Julianus.
Pada tahun 41, Claudius membayar sebesar 3.750 dinar sebagai imbalan atas takhta Romawi. Hal tersebut menunjukkan bahwa transaksi Didius bukanlah hal yang aneh.
Namun tidak bisa dipungkiri, Didius Julianus bernasib tragis setelah menduduki takhta tertinggi Kekaisaran Romawi.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR