Nationalgeographic.co.id - Dalam mitologi Tiongkok, Hou Yi dianggap sebagai pemanah terhebat sepanjang masa. Ia terkenal karena menikahi dewi bulan, Chang'e. Selain itu, Hou Yi merupakan pemanah sembilan matahari.
Sang pemanah legendaris ini pernah menjadi manusia abadi yang tinggal di istana Kaisar Langit. Namun, ia membuat keputusan untuk menjadi manusia demi membantu umat manusia pada saat dibutuhkan.
Siapa Hou Yi dalam mitologi Tiongkok?
Hou Yi menikah dengan Chang'e, yang kemudian mengkhianatinya dan menjadi dewi bulan. Meskipun Hou Yi dan Chang’e sama-sama merupakan tokoh populer dalam mitologi Tiongkok, hanya sedikit yang diketahui tentang keluarga mereka.
Hou Yi digambarkan sebagai seorang pemuda yang sangat kuat dan tidak berperikemanusiaan. Dia membawa busur besar yang terbuat dari tulang harimau dan anak panahnya dibuat dari urat naga. “Konon hanya Hou Yi yang mampu menarik busurnya itu,” tulis Mae Hamilton di laman Mythopedia.
Dalam seni, Hou Yi biasanya tampil dengan mengenakan pakaian tradisional tentara dan kulit binatang.
Hou Yi dan kisah sepuluh matahari di mitologi Tiongkok
Di masa ketika bumi masih sangat muda, ada sepuluh matahari yang bergantian menerangi planet ini. Saat itu, Kaisar Yao memerintah Tiongkok.
Kaisar Langit memberi tahu sepuluh matahari itu bahwa hanya satu yang boleh bermain di langit dalam satu waktu. Tujuannya agar kesepuluh matahari itu tidak menghancurkan bumi. Namun, karena masih muda, mereka memutuskan bahwa bermain bersama akan jauh lebih menyenangkan daripada sendirian.
Ketika kesepuluh matahari muncul di langit, suhu di bumi menjadi sangat panas. Bencana massal pun terjadi. “Tumbuhan layu dan orang-orang pingsan di jalanan saat bumi mulai terbakar,” ungkap Hamilton. Melihat adanya peluang untuk melakukan kerusuhan, monster muncul dari bayang-bayang dan mulai memangsa umat manusia.
Seorang pemanah terampil bernama Hou Yi melihat kehancuran yang disebabkan oleh matahari. Maka ia pun segera menemui Kaisar Langit. Dia memberi tahu bahwa jika matahari tidak berperilaku baik, dia harus menembak jatuh mereka untuk menyelamatkan bumi.
Khawatir akan nyawa cucu-cucunya, Kaisar Langit memarahi mereka dan memohon agar mereka kembali ke rumah. Namun matahari sedang bersenang-senang, sehingga mereka tidak dapat mendengar Kaisar Langit karena suara tawa mereka sendiri.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR